Jokowi Ngaku Pemerintah Tak Kuat Menanggung Subsidi BBM Jika Harganya Tak Dinaikkan, Rizal Ramli: Yo Wis Mundur Saja
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) memicu gelombang protes dan kritik bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kritikan ini datang dari sejumlah kalangan, termasuk ekonom senior Rizal Ramli.
Sebelumnya, Jokowi mengakui beratnya dana untuk subsidi sektor energi di rapat kerja PDIP pada 21 Juni 2022, bahkan ia menyebut jumlah subsidi energi yang besar itu bisa membangun satu Ibu Kota Negara (IKN) baru.
Baca Juga: Harga BBM Hingga Inflasi Naik, Tapi Tingkat Kemiskinan Diproyeksikan Menurun, Kok Bisa?
Kemudian, Jokowi mengatakan tidak ada negara yang kuat menanggung tingginya subsidi untuk sektor energi yang mencapai Rp502 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Rizal Ramli menilai Jokowi tidak mampu dalam memerangi masalah BBM hingga beban subsidi dan kompensasi energi yang membengkak mencapai Rp502 triliun. Iameminta Jokowi sadar kepemimpinannya justru menyusahkan rakyat, bahkan dia menyarankan Jokowi segera mundur lantaran rakyat sudah terlalu susah.
"Kalau mengaku berat, enggak kuat, yo wis mundur saja bagaimana? Situ sudah gak mampu, kok malah ngeyel," ujar Rizal Ramli, Senin (12/9/2022).
Selain itu, Rizal Ramli bersama rekan sejawatnya akan mengajak seluruh rakyat Indonesia bersatu menuntut agar harga BBM kembali diturunkan. Hal itu dia sampaikan dalam deklarasi untuk keadilan bersama lintas tokoh nasional bersatu yang digelar di Jalan Tebet Barat Dalam IV Nomor 7, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022).
Baca Juga: Erick Thohir Dorong Etanol untuk Substitusi BBM, INDEF: Itu Sangat Baik, Mendukung EBT
Sejumlah tokoh yang turut hadir dalam deklarasi penolakan harga BBM di antaranya Mantan Juru Bicara Gus Dur Adhie Massardi, Ekonom PEPS Anthony Budiawan hingga Tokoh Tionghoa Lieus Sungkharisma. Kemudian, aktivis yang juga Direktur Indonesia Future Studies Gde Siriana Yusuf, akademisi yang juga pemerhati politik dna hukum Ubedillah Badrun, dan beberapa tokoh lainnya.
Deklarasi itu dilakukan untuk menyatukan kekuataan rakyat karena hampir 7-8 tahun rakyat Indonesia mencatat dan menerima kebijakan-kebijakan yang cacat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: