Bukan Cuma Protes, Jokowi Juga Banjir Dukungan Usai Naikkan Harga BBM: Dari PBNU Hingga Akademisi
Keputusan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) memicu gelombang protes. Meski demikian, banyak juga pihak yang mendukung keputusan ini.
Seperti dukungan dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya yang mengaku memaklumi kebijakan pemerintah tersebut.
"Kebijakan menaikan harga BBM merupakan pilihan sulit di tengah situasi pelik ini. Kami memaklumi mengapa pemerintah menaikkan harga BBM," kata Gus Yahya, Jumat (9/9/2022).
Menurut Gus Yahya, pemerintah harus mengambil keputusan menaikkan harga BBM agar keadaan tidak semakin sulit. Dalam situasi sulit seperti sekarang, lanjutnya, NU harus ikut membantu pemerintah mengatasi persoalan bangsa.
"Caranya, kami harus bantu meringankan beban dengan tidak menambah berat pemerintah," lanjutnya.
Dukungan menaikkan harga BBM juga disuarakan mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra. Menurut dia, kenaikan harga BBM bersubsidi untuk mengurangi beban subsidi energi dalam APBN. Namun, dia menyebutkan kenaikan harga BBM harus dilakukan secara bertahap.
"Kenaikannya jangan sekaligus agar tidak terasa. Kalau naiknya langsung banyak, nanti masyarakat yang terkejut," kata Azyumardi.
Tak hanya itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyebutkan menaikkan harga BBM dilakukan untuk menekan pembengkakan subsidi dalam APBN karena berdampak kepada defisit anggaran.
"Sehingga mau tidak mau harga BBM itu harus naik," kata Aviliani.
Menurut dia, kenaikan harga dinilai sebagai kebijakan tepat karena mayoritas pengguna BBM bersubsidi adalah kalangan mampu.
"Kalangan industri juga banyak menggunakan BBM bersubsidi bahkan rumah tangga mampu," ungkapnya.
Baca Juga: Terbongkar! Ini Sejumlah Narasi Sesat Pemerintahan Jokowi Soal Kenaikan BBM
Menurut dia, ini adalah waktu yang tepat untuk pemerintah mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT)
"Ini pelajaran buat pemerintah bahwa untuk menangani hal ini harus mempersiapkan diri untuk mengarah ke EBT atau pindah ke gas atau ke mikrohidro," tuturnya.
Dia juga menyarankan subsidi BBM lebih tepat diberikan kepada orang yang membutuhkan ketimbang barang.
"Hal ini untuk mencegah terjadinya moral hazard," tutur Aviliani.
Baca Juga: Agar Subsidi BBM Tak Dinikmati Golongan Kaya
Adapun ekonom Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, menyebutkan pemanfaatan BBM bersubsidi selama ini belum sesuai dengan prinsip keadilan. Pasalnya, konsumsi bahan bakar bersubsidi didominasi masyarakat mampu.
"Konsumsi BBM didominasi masyarakat mampu, 80 persen pertalite dan 95 persen solar dikonsumsi oleh kelompok masyarakat mampu, sehingga tidak sesuai dengan prinsip distribusi dan keadilan," ungkap Berly.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: