Gegara Kenaikan Harga BBM, Jokowi Takut Harga Beras Menanjak: Meski Hanya Naik Rp200, Segera Diintervensi!
Keputusan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nampaknya secara disadari bakal memicu kenaikan sejumlah komoditas lain, seperti bahan pokok salah satunya beras.
Oleh karena itu, Jokowi dalam Rapat Pembahasan Pengendalian Inflasi dengan para kepala daerah, di Istana Negara, Jakarta, meminta kepala daerah untuk bergerak cepat mengatasi hal ini.
Baca Juga: Antisipasi Dampak Kenaikan BBM, Bulog Gelontorkan Beras Medium
"Kalau harga beras naik di daerah Bapak/Ibu sekalian, meski hanya naik Rp200 atau Rp500, segara diintervensi. Karena itu menyangkut kemiskinan di provinsi, kabupaten, atau kota Bapak/Ibu akan langsung naik," ucap Jokowi.
Jokowi kemudian menekankan, jika harga beras naik, angka kemiskinan akan langsung naik. Karena itu, dia meminta para kepala daerah untuk waspada betul.
"Jadi, perlu hati-hati. Begitu harga pangan naik, artinya kemiskinan ikut naik. Utamanya beras sebagai komponen utama," tambahnya.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan Pemda agar kenaikan harga pangan tidak terjadi, meski BBM naik. Salah satunya, Pemda bisa menggelontorkan subsidi transportasi pengiriman bahan pangan.
Jokowi mencontohkan pengiriman bawang merah dari Brebes ke Lampung. Misalnya, biaya pengiriman sebesar Rp3 juta. Nah, biaya ini disubsidi Pemda. Sehingga harga bawang tersebut tidak melonjak.
Jokowi yakin, jika Pemda mau merealisasikan masukannya, kenaikan harga BBM tak akan berdampak besar kepada lonjakan harga pangan. Keyakinan itu didasari pada pengalaman Jokowi saat menjadi Wali Kota Solo.
Ia bercerita, saat Pemerintah Pusat menaikkan harga BBM, pihaknya pernah memberikan subsidi biaya transportasi bahan pangan. Hasilnya, subsidi itu berhasil membuat inflasi di Solo terkendali di level 1,2 persen.
"Karena prestasi itu, saya pernah diberikan hadiah oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Rp10 miliar dalam bentuk DID (Dana Insentif Daerah)," ceritanya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyarankan para kepala daerah untuk meminta informasi ke Menteri Perdagangan atau kepada bank sentral. Selanjutnya, kepala daerah tidak perlu ragu dalam menggunakan anggaran yang masih ada untuk menekan angka inflasi. Hal tersebut juga didukung dengan peraturan Menteri Keuangan dan Surat Edaran Mendagri.
Baca Juga: Strategi Kemenparekraf dalam Menyikapi Kenaikan Harga BBM di Sektor Parekraf
"Jadi, payung hukumnya sudah jelas, asal penggunaannya betul-betul digunakan dalam rangka untuk menyelesaikan persoalan," ucapnya.
Benarkah kekhawatiran Jokowi ini? Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira menerangkan, faktor kenaikan harga beras itu banyak. Mulai dari kenaikan biaya input produksi, seperti harga pupuk, pasokan, sampai distribusi.
Khusus untuk pupuk, Bhima menyebut, baru-baru ini mengalami penyesuaian. Hal ini harus diperhatikan Pemerintah. "Kalau ini mau diintervensi Pemerintah, maka intervensinya ini harus dimulai dari hulu," saran Bhima.
Dia juga berpesan agar Pemerintah tidak memberikan ruang pada tengkulak membeli beras petani dengan harga murah. Sebab, harga yang mereka jual tidak berpengaruh terhadap harga di level konsumen.
Baca Juga: Tim Khusus Diterjunkan, Hacker Bjorka Sukses Dapatkan Perhatian Langsung Jokowi
Soal kaitannya dengan kenaikan harga BBM, Bhima menyarankan Pemerintah mengatur ulang. Terutama untuk angkutan yang menggunakan solar, dia menyarankan agar kenaikan BBM itu dipertimbangkan kembali. Pasalnya, subsidi solar itu banyak dirasakan para petani.
"Traktor pakai solar, angkutan di level pedesaan itu pakai solar. Itu mungkin bisa dipertimbangkan kembali agar solar subsidi itu setidaknya dikembalikan, sebelum adanya kenaikan per September ini. Kalau mau benar-benar menolong, ya begitu," tutup dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: