- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Menteri ESDM Ajak Anggota CCOP Hadapi Perubahan Iklim Global dengan Memajukan Geosains
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan perubahan iklim adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh dunia saat ini. Maka dari itu, para negara anggota Coordinating Committee for Geoscience Programmes in East and Southeast Asia (CCOP) memiliki tanggung jawab untuk meminimalisasi dampak perubahan iklim.
Arifin mengajak negara anggota CCOP untuk konsisten dengan tujuan Paris Agreement untuk membatasi rata-rata kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celcius, dan menargetkan 1,5 derajat celcius, dibandingkan tingkat pra-industri.
Baca Juga: Kementerian ESDM Beber Sisi Positif dari Kelebihan Pasokan Listrik PLN
"Geosains meliputi berbagai aspek kehidupan, termasuk manusia dan interaksinya dengan bumi. Kita harus memajukan geosains untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan, sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), Sendai Framework, dan Paris Agreement. Tujuan SDG-7 adalah membahas kebutuhan energi untuk pembangunan berkelanjutan dan kerangka memastikan akses kepada energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua," ujar Arifin dalam keterangannya, Senin (10/10/2022).
Untuk diketahui, Indonesia menjadi tuan rumah The 58th Coordinating Committee for Geoscience Programmes in East and Southeast Asia (CCOP) Annual Session (58AS) dan 79th Steering Committee Meeting, yang akan membahas tema "Geoscience for Energy Transition in East and South East Asia" di Bandung, Jawa Barat.
Gelaran ini akan menjadi ajang bertukar pikiran dan pengalaman antara ahli geologi dan para pemangku kepentingan, juga meningkatkan kerja sama pada sektor energi baru, mineral kritis, kebencanaan geologi, dan geologi urban.
Baca Juga: Kebutuhan Dana untuk Transisi Energi Besar, Kementerian ESDM Bakal Lakukan Tiga Hal Ini
Sebagai salah satu upaya untuk mencapai energi bersih, sesuai dengan mandat SDG-7 tersebut, Pemerintah Indonesia terus mengembangkan energi baru, sebagai pendorong utama transisi energi untuk masa depan yang berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan iklim.
Arifin juga menuturkan, Presidensi G20 Indonesia telah menetapkan tiga area prioritas transisi energi, yakni mengamankan aksesibitas energi, meningkatkan teknologi energi yang cerdas dan bersih, dan memajukan pembiayaan energi.
"Pada September 2022 lalu, The Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) telah mencapai kesepakatan, yakni Bali COMPACT, yang terdiri dari sembilan prinsip sukarela untuk mempercepat transisi energi yang bersih, berkelanjutan, adil, terjangkau, dan inklusif, untuk memastikan transisi energi yang lancar dan efektif, sesuai dengan keadaan dan prioritas nasional masing-masing negara G20," jelasnya.
Indonesia juga telah menetapkan peta jalan transisi energi untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Dengan peta jalan ini, ditargetkan pembangunan 700 GigaWatt (GW) energi baru pada bauran energi, yang berasal dari energi matahari, air, angin, laut, biomassa, dan panas bumi, juga hidrogen dan energi nuklir.
Selain itu, untuk mendukung transisi energi, mineral-mineral kritis juga diperlukan untuk mendukung pengaplikasian energi baru dan teknologi bersih.
"Untuk mendukung transisi energi, mineral kritis diperlukan dalam mengaplikasikan energi baru dan teknologi bersih, seperti turbin angin, panel surya, dan teknologi maju lainnya. Permintaan untuk mineral-mineral kritis ini akan tumbuh pesat sejalan dengan cepatnya transisi energi, juga menentukan prospek transformasi energi yang aman dan cepat," ujar Arifin.
Arifin juga mengatakan Pemerintah Indonesia memprioritaskan untuk meningkatkan nilai tambah mineral. Mineral nikel, sebagai raw material akan dimanfaatkan untuk memproduksi baterai dan penyimpanan, serta logam tanah jarang akan digunakan sebagai komponen pada turbin angin, kendaraan listrik, dan bola lampu neon hemat energi.
Baca Juga: Perlu Membangun Resiliensi Masyarakat untuk Lakukan Transisi Energi
Lebih jauh lagi, geosains juga sangat dibutuhkan sebagai alat untuk mengidentifikasi risiko geologi yang berkaitan dengan pembangunan urban sebuah kota. Pertumbuhan kota urban yang sangat cepat dapat menyebabkan bencana geologi karena pembangunan infrastruktur yang masif.
"Kita harus menyediakan studi geologis, yang dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan untuk memformulasikan rencana strategis bagi pembangunan urban. Studi geologis ini dapat menyajikan data dasar untuk tata ruang dan pembangunan urban, menyediakan materi masukan dan evaluasi untuk perencanaan tata ruang, khususnya yang berkaitan dengan aspek kegeologian," tandas Arifin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Ayu Almas