Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) dalam bentuk mobil belum mendesak untuk dilaksanakan.
"Sebenarnya subsidi mobil listrik belum urgen, apalagi mobil hybrid yang pakai BBM masih disubsidi. Sebaiknya subsidi dalam bentuk konversi dari mobil tua ke kendaraan listrik atau full EV. Pemerintah nanti kerja sama dengan bengkel konversi," ujar Bhima saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (21/12/2022).
Bhima mengatakan, masalah lain terdapat pada besaran subsidi yang perlu ditinjau ulang. Hal tersebut perlu dilakukan karena kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih diperlukan untuk hal lain.
Menurutnya, APBN di tahun 2023 masih butuh anggaran untuk antisipasi resesi misalnya dana ketahanan pangan naik, begitu juga dengan perlindungan sosial.
"Ruang fiskal makin sempit, terlebih besaran defisit APBN tidak boleh di atas 3 persen," ujarnya.
Lanjutnya, Bhima menyebut subsidi tersebut harusnya diarahkan ke transportasi publik, seperti dengan menambah armada dan konversi bus atau angkutan kota ke baterai.
"Itu lebih berguna bagi masyarakat. Kalau mobil listrik disubsidi khawatir menambah kemacetan terutama di kota kota besar," ungkapnya.
Selain itu, besaran Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga penting sebagai kategori subsidi kendaraan listrik. Saat ini banyak mobil dan motor listrik impor, begitu juga suku cadangnya.
"Jangan sampai pemerintah subsidi barang impor pakai uang APBN, itu jelas tidak tepat sasaran. Karena masih lempar wacana, sebaiknya dikaji dulu bentuk subsidi yang ideal tanpa jadi beban APBN sekaligus tepat sasaran ke transisi energi," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: