Langkah pemerintah yang melarang secara penuh ekspor bijih nikel mulai membuahkan hasil positif berupa peningkatan investasi dalam pembangunan smelter serta kegiatan pengolahan hilir lainnya. Hingga bulan Agustus 2021, ada 13 smelter nikel yang beroperasi. Pemerintah memproyeksikan total 30 smelter nikel yang beroperasi pada tahun 2024.
Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM) sendiri telah memfasilitasi investasi LG yang berbasis di Korea Selatan dan CATL dari Tiongkok di industri sel baterai kendaraan listrik masing-masing senilai US$9,8 miliar dan US$5,2 miliar. Baca Juga: Bidik 30 Smelter Nikel, Indonesia Siap Topang Pengoperasian Kendaraan Listrik Dunia
Baik LG dan CATL berkeinginan untuk menjadi bagian dari rantai pasokan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia dari hulu ke hilir, yang terdiri dari pertambangan, peleburan, dan pemurnian serta industri prekursor dan katoda yang vital dalam produksi baterai kendaraan listrik.
Upaya aktif lainnya yang tengah digencarkan adalah pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik pertama di Asia Tenggara yang berlokasi di Karawang New Industrial City di Jawa Barat. Upaya kolaboratif senilai US$1,1 miliar ini dijalin antara PT HKML Battery Indonesia milik konsorsium perusahaan Korea Selatan dan PT Industri Baterai Indonesia, anak perusahaan pertambangan milik negara.
"Upaya Indonesia untuk menjadi pemain utama di dunia dalam rantai pasokan kendaraan listrik telah terbukti membuahkan hasil, terbukti dengan semakin banyak produsen yang memilih negara-negara di Asia Tenggara sebagai lokasi alternatif selain Tiongkok," ujar Harapman Kasan, Wholesale Banking Director, UOB Indonesia di Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Menurutnya, indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah yang akan menopang pertumbuhan dan ambisi keberlanjutannya.
"Selain berkat kekayaan sumber daya mineralnya, tujuan Indonesia untuk membangun rantai pasokan yang lengkap semakin dapat diwujudkan dengan dukungan pemerintah yang kuat," pungkasnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Indonesia Febrio Kacaribu menyatakan bahwa upaya mendorong industri kendaraan listrik merupakan bagian dari inisiatif pemerintah untuk mengurangi emisi gas sebesar 29 persen pada tahun 2030 dan mencapai emisi karbon nol pada tahun 2060.
Hal ini tentunya sejalan dengan inisiatif Transisi Energi Berkelanjutan yang merupakan salah satu dari tiga isu prioritas yang disepakati dalam pertemuan para pemimpin keuangan G20 tahun ini.
Selain itu, lanjut Harapman, kesiapan Indonesia untuk beralih kepada kendaraan listrik terbukti membawa dampak positif bagi untuk tujuan Indonesia untuk menjadi pemain global. Baca Juga: Insentif Kendaraan Listrik Baiknya untuk Transportasi Umum
"Lebih dari 70 persen masyarakat Indonesia yang mengikuti survei pada tahun 2020 menyatakan ketertarikan untuk memiliki kendaraan listrik berdasarkan studi yang dilakukan Universitas Indonesia. Masalah lingkungan disebut sebagai alasan utama," tukasnya.
Perusahaan teknologi penyedia jasa di Tanah Air seperti Gojek, Grab dan Blue Bird, juga telah menyatakan minat untuk berkontribusi pada ekosistem kendaraan listrik. Adapun Gojek telah menyatakan keinginan untuk mengalihkan armada kendaraan mereka ke kendaraan listrik pada tahun 2030.
"Di UOB, kami menyadari realitas masalah terkait iklim yang ada saat ini serta langkah-langkah aktif yang dapat diambil untuk mengatasinya. Dengan jaringan yang kuat di seluruh kawasan ASEAN dan akses ke wawasan pasar, kami berkomitmen menghadirkan solusi perbankan yang holistik bagi para pemain di industri kendaraan listrik yang ingin berbisnis di Asia Tenggara," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: