Bawaslu Mulai Cium Pelanggaran di Perkara Utang Anies Rp50 Miliar, Hensat: Apa Orang Nggak Punya Uang Nggak Bisa Maju Pilkada?
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ikut menanggapi serius dan mencium adanya pelanggaran terkait utang Anies Baswedan senilai Rp50 miliar kepada Sandiaga Uno di Pilgub DKI 2017. Pernyataan Bawaslu itu segera ditanggapi perwakilan Tim Anies, Hendri Satrio atau Hensat.
Ia menegaskan persoalan utang-piutang itu sudah selesai dan sudah berlalu. Tidak cuma Pilgub DKI 2017 yang sudah berlalu, Anies Baswedan sudah tidak lagi menjabat Gubernur DKI Jakarta karena jabatannya sudah selesai.
Baca Juga: Anies Mau Garap Proyek Warisan Jokowi, Akan Ada Utang Terus-Menerus Demi Bangun IKN
"Anies ini sebetulnya menggambarkan hal-hal yang sesungguhnya terjadi kepada orang-orang yang kaya ide," kata Hensat kepada Republika, Kamis (16/2/2023).
Sebab, ia mengingatkan, Anies Baswedan memang hadir bermodalkan ide dan gagasan untuk maju dalam Pilgub DKI 2017. Tapi, Hensat menuturkan, karena tidak memiliki uang, keterbatasan logistik pula, maka membutuhkan banyak dukungan masyarakat.
Ia menekankan, jangan sampai orang-orang yang penuh dengan ide dan gagasan tapi tidak memiliki uang tidak dibolehkan meminjam uang. Serta, tidak bisa mendapat dukungan-dukungan lain dari masyarakat dan tidak bisa maju ke pilkada.
Terbukti, Hensat menerangkan, masyarakat Jakarta banyak yang membantu Anies dan akhirnya bisa maju dan memang. Ia merasa, soal pelanggaran atau tidak sudah ada aturan jelas, cuma perlu jelas apakah ini dari satu sumber atau banyak sumber.
Meski begitu, ia mengaku tidak ingin masuk ke pembahasan itu. Intinya, lanjut Hensat, bagaimana seorang rakyat biasa yang penuh dengan ide dan gagasan tapi tidak memiliki uang, dengan dukungan masyarakat akhirnya bisa maju dan menang.
"Pertanyaannya, apakah orang-orang beride yang tidak punya uang ini tidak bisa maju ke pilkada karena hambatan uang," ujar Hensat.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, penerimaan dana Rp50 miliar itu merupakan pelanggaran karena melampaui batas maksimal sumbangan dana kampanye yang boleh diterima calon kepala daerah.
Baca Juga: Partai Ummat Sudah Dapat Peringatan dari Bawaslu: Jangan Gunakan Masjid sebagai Tempat Kampanye!
Untuk diketahui, UU Pilkada memperbolehkan calon kepala daerah menerima sumbangan dana kampanye dari perseorangan maksimal Rp75 juta, sedangkan dari swasta maksimal Rp750 juta.
Anies sendiri mengakui bahwa pemberi pinjaman tidak mengharuskannya membayar utang tersebut apabila menang dalam Pilgub DKI 2017. Anies nyatanya menang. Artinya, Anies mendapatkan sumbangan dana kampanye Rp50 miliar.
"Itu seharusnya bermasalah, seharusnya itu pelanggaran pidana. Itu pidana karena dia tidak menyebutkan itu di laporan akhir dana kampanye," kata Bagja kepada Republika, Selasa (14/2/2023) malam.
Baca Juga: Terus Diungkit, Kini Bawaslu Sebut Perkara Utang Anies Baswedan Termasuk Pelanggaran Pidana!
Bagja menjelaskan, meski sumbangan dana Rp50 miliar itu merupakan pelanggaran ketentuan dana kampanye, tapi perkara ini sulit diusut. Sebab, Pilkada 2017 sudah selesai, bahkan Anies sudah selesai menjabat sebagai gubernur DKI sejak tahun 2022 lalu.
"Biasanya kalau pilkadanya sudah selesai, ya tidak bisa diusut. Kecuali (pelanggaran dana kampanye ini) ditemukan di awal-awal masa jabatan. Ini kan sudah selesai masa jabatannya, baru muncul. Aneh juga baru muncul sekarang, inilah repotnya kita ini," ujar Bagja.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: