Peneliti Institute for Essential Services Reform (IESR) His Muhammad Bintang mengatakan iklim investasi untuk pembangkitan listrik yang bersumber dari energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia tidak kondusif.
“Saat ini, iklim investasi pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan memang belum kondusif. Salah satu penyebabnya adalah disebabkan oleh sejumlah regulasi yang meningkatkan biaya tinggi," ujar Bintang dalam diskusi virtual, Jumat (24/3/2023).
Bintang mengatakan, untuk pengembangan PLTS skala utilitas terdapat aturan TKDN yang mengharuskan penggunaan komponen dalam negeri yang harga produknya masih lebih mahal dan kalah dari segi kualitas dari komponen impor.
Baca Juga: Harga Listrik EBT Tidak Berbanding Lurus dengan Listrik dari Fosil dalam Beberapa Tahun Terakhir
"Harga komponen yang lebih mahal menyebabkan biaya investasi yang dibutuhkan meningkat. Sementara tidak adanya jaminan mutu dan pemenuhan standar juga membuat pendanaan proyek lebih mahal, terutama dari luar negeri, menjadi sulit,” ujarnya.
Meskipun demikian, tren penurunan harga teknologi diperkirakan membuat pembangkit energi terbarukan lebih kompetitif dalam waktu dekat. PLTS, seperti proyeksi LCOE PLTS skala utilitas baru di tahun 2050 akan mencapai 3 sen per kWh atau lebih rendah, jauh lebih murah dibandingkan biaya operasi PLTU batu bara eksisting.
Menurutnya, pada sekitar tahun 2030 kombinasi PLTS dan BESS akan semakin terjangkau dan kompetitif dibandingkan dengan listrik dari PLTU. Terlebih, pemerintah mulai mengimplementasikan aturan pengurangan emisi, misalnya lewat mekanisme carbon pricing dan pembatasan gas-gas buang yang dapat meningkatkan LCOE PLTU.
“Kompetitifnya harga sistem penyimpanan energi tentu membantu pengembangan energi terbarukan. Salah satu tantangan pembangkit energi terbarukan seperti PLTS dan PLTB adalah intermitensi yang membutuhkan integrator agar stabilitas sistem eksisting tetap terjaga. Sistem penyimpanan energi inilah integrator yang paling populer karena fungsinya yang bervariasi,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti