Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan perdagangan karbon di Indonesia akan bersifat terbuka untuk semua pelaku usaha, tetapi harus terlebih dahulu teregistrasi di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah menunjuk KLHK sebagai lembaga penerbit sertifikat bagi pelaku usaha yang ingin ikut dalam bursa perdagangan karbon.
“Tadi sudah diputuskan bahwa karbon di Indonesia sifatnya itu terbuka tapi harus teregistrasi,” ujar Bahlil di Jakarta, kemarin. Pemerintah juga tengah mengebut pembuatan regulasi agar perdagangan karbon dapat berjalan optimal.
Bahlil menjelaskan tata kelola perdagangan karbon akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK sendiri saat ini juga tengah menyiapkan mekanisme dan perarturan, termasuk menunggu ketentuan pengenaan pajak di bursa karbon. “Setelah melakukan perdagangan bursa karbon, dia bisa melakukan trading seperti trading saham biasa,” ujarnya.
Indonesia disebut memiliki potensi pasar karbon yang besar. Dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia yakni 125 juta hektare, Indonesia memiliki potensi besar memimpin pasar karbon yang diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.
Perdagangan karbon menjadi salah satu cara untuk mengontrol emisi karbon di suatu negara. Indonesia mencanangkan target dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29 hingga 41% pada tahun 2030 serta net zero emmision (NZE) atau nol emisi pada 2060.
Dalam dokumen NDC tersebut, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri, dan sebesar 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa perdagangan karbon akan menggunakan sistem berbasis elektronik yang memudahkan dalam melakukan penelusuran.
“Perdagangannya kan menggunakan elektronik, electronic trading system, dan berbasis kepada teknologi yang tentunya bisa melakukan traceability terhadap situasi karbon itu berasal dari hutan yang mana, ataupun industri yang mana, ataupun energi yang mana. Sehingga walaupun diperdagangkan berkali-kali, itu asal-usul dan traceability-nya itu tetap ada,” ujar Airlangga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: