Dalam semangat kebersamaan, kelompok tani Pangkuan Sumbing, sebagai bagian dari APTI Temanggung melakukan tanam tembakau bersama (nandur mbako bareng), Sabtu (12/5/2023) di Dusun Butuh, Tanggulanom, Kecamatan Selopampang.
Dalam kesempatan ini, para petani tembakau berharap polemik terkait tembakau yang dimasukkan dalam kategori yang sama dengan narkotika dan psikotropika dalam Pasal 154 tentang Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehatan dapat segera dihentikan.
Baca Juga: DPR: Tembakau Disamakan Narkoba di Omnibus Law Kesehatan Berlebihan dan Menyesatkan
Sebagai elemen hulu di ekosistem pertembakauan, para petani turut merasakan dampak upaya kriminalisasi tembakau.
"Saat ini para petani sedang menanam harapan dengan dimulainya musim tanam tembakau. Tahun ini diprediksi bakal kemarau panjang sehingga diharapkan cuaca bersahabat bagi petani tembakau. Tapi, di tengah dukungan cuaca baik ini, para petani justru dihadapkan pada rancangan regulasi yang tidak adil. Ada RUU Kesehatan yang memposisikan tembakau dan hasil tembakau sama dengan narkotika & psikotropika. Hal ini menyakiti hati kami yang sudah turun temurun menanam tembakau sebagai sumber penghidupan," tegas Siyamin, Ketua Dewan Perwakilan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Temanggung.
Tanam bersama dihadiri oleh Wakil Bupati Temanggung, Heri Ibnu Wibowo dan perwakilan dari Kementerian Pertanian RI. Selain petani tembakau Temanggung, perwakilan petani tembakau dari Jawa Barat dan Pamekasan turut ikut serta dalam tanam bersama.
"Kementan tentunya mendukung para petani tembakau untuk meningkatkan produktivitas. Kementan bersama petani menolak dan menyayangkan polemik regulasi pertembakauan," ujar Ronald Evan Zigler, Koordinator Tanaman Semusim, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
Menanggapi kondisi yang dihadapi saat ini, Wakil Bupati Temanggung mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Temanggung berkomitmen melindungi petani tembakau dan mengawal regulasi yang menindas masa depan petani.
"Sudah sejak lama Temanggung menjadi sentra tembakau. Daerah dan masyarakatnya dibangun dan bergantung pada tembakau. Oleh karena itu, jangan sampai petani dipersulit dalam memperjuangkan mata pencahariannya. Petani harus bisa berdaya saing dan sejahtera. Selama ini petani jatuh, bangkit dan masih harus dihimpit regulasi yang tidak melindungi petani," katanya.
Usai tanam bersama, para petani tembakau menyuarakan aspirasi dan keluh kesah mereka dalam gelaran Sarasehan bertajuk "Petani Bangkit, Perjuangkan Keberlangsungan Masa Depan Ekosistem Pertembakauan".
"APTI Pamekasan prihatin dan kecewa terkait pengaturan tembakau di RUU Kesehatan. Tembakau akan disamakan dalam satu kategori yang sama dengan narkoba, psikotropika, dan minuman beralkohol. Sungguh ini niatan yang tidak masuk akal, apalagi tidak pernah disampaikan kepada pihak petani, padahal akan sangat berdampak bagi penghidupan petani tembakau," kata Ketua APTI Pamekasan, Samukrah, dalam gelaran diskusi yang dihadiri ratusan petani.
Madura selama ini dikenal sebagai pulau penghasil tembakau, dengan 45% produksi tembakau nasional yang dari Jawa Timur. Dari jumlah tersebut, 35% nya berasal dari Madura.
Senada, Suryana, Ketua APTI Jabar menegaskan bahwa petani tembakau adalah pahlawan devisa negara yang secara nyata menyumbang penerimaan negara hingga Rp245 triliun.
"Negara menikmati penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT), lalu mengapa saat petaninya mau berusaha, justru tidak dilindungi. Budidaya dan komoditas tembakau tidak dilarang. Oleh karena itu, kami menolak secara tegas pasal yang mendiskriminasi tembakau dan tidak adil terhadap petani," tambah Suryana.
Melindungi Komoditas dengan Multiplier Effect yang Besar
Pakar Holtikultura Universitas Sebelas Maret, Prof Eddy Triharyanto, memaparkan bahwa ekosistem pertembakauan menyerap tenaga kerja dan memberikan multiplier effect ekonomi yang besar bagi masyarakat daerah. Ditambah lagi dengan penerimaan negara yang setara 10 persen APBN diperoleh negara dari tembakau. Maka, Prof Eddy menilai keberadaan pasal pengamanan zat adiktif dalam RUU Kesehatan yang menyamakan tembakau dengan barang ilegal, tidak bisa diterima.
"Patut dan sangat wajar pasal ini dikritisi oleh para petani. Harapannya wakil rakyat bisa membatalkan dan mencabut pasal yang mengelompokkan tembakau dengan barang ilegal," tegas Prof Eddy.
Baca Juga: GRANAT: Adiksi Narkotika Tidak Sama dengan Tembakau
Senada, Sukarjo Waluyo, akademisi Universitas Diponegoro menyayangkan langkah pemerintah yang tidak berpihak dan berupaya melindungi komoditas yang sejak lama telah menjadi bagian dari budaya dan kehidupan masyarakat.
"Tembakau walaupun bukan tanaman asli asal Indonesia, namun karena berkah tanaman dan lingkungannya, menjadi tanaman budidaya dan mata pencaharian. Ketika budidaya dan mata pencaharian ini dilanda regulasi yang diskriminatif, yang tidak berpihak pada masyarakat, maka dampaknya sangat besar terhadap masa depan dan kesejahteraan," tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: