Kurang dari setahun lagi menuju gelaran Pemilu 2024, persaingan sejumlah partai mulai memanas. Temuan survei Y-Publica menunjukkan kenaikan signifikan elektabilitas Gerindra hingga berpeluang untuk menyalip PDIP yang masih berada pada posisi unggul.
Pada survei bulan Februari 2023 elektabilitas Gerindra masih sebesar 11,7 persen, lalu melonjak pada awal April 2023 menjadi 14,4 persen, dan kini mencapai 15,8 persen. PDIP anjlok dari 19,2 persen (Februari 2023) menjadi 16,8 persen (April 2023), lalu naik tipis menjadi 17,3 persen.
“Meskipun masih unggul, PDIP terancam disalip elektabilitasnya oleh Gerindra yang mengalami tren kenaikan secara signifikan,” kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono dalam press release di Jakarta, pada Kamis (1/6).
Menurut Rudi, turunnya elektabilitas PDIP tidak terlepas dari heboh penolakan oleh Ganjar dan sejumlah tokoh partai pewaris visi Bung Karno itu terhadap kehadiran timnas Israel pada Piala Dunia U20, di mana Indonesia semula menjadi tuan rumah.
Menyikapi hal tersebut, PDIP melancarkan manuver dengan mempercepat deklarasi pencapresan Ganjar yang semula dijadwalkan pada Juni 2023 menjadi sehari sebelum Lebaran. “Strategi itu berhasil menaikkan kembali elektabilitas PDIP, meskipun hanya terangkat sedikit,” lanjut Rudi.
Secara formal, Presiden Jokowi yang juga kader PDIP diwajibkan untuk mendukung pencapresan Ganjar, bahkan Jokowi bahkan hadir dalam deklarasi di Batutulis. “Tetapi sikap Jokowi dalam Musra relawan menunjukkan arah dukungan Jokowi tersebar ke sejumlah nama,” Rudi menjelaskan.
Di antaranya, sosok Prabowo disebut-sebut sebagai “capres pemberani” yang didukung Jokowi. Isyarat lainnya datang dari kedua putera Jokowi, yaitu Kaesang yang mengenakan kaos bergambar Prabowo, hingga Gibran yang bersama relawannya menerima kunjungan Prabowo di Solo.
“Endorsement Jokowi terhadap Prabowo memberikan efek elektoral terhadap Gerindra, berupa lonjakan elektabilitas,” tandas Rudi. Sikap keras Jokowi untuk cawe-cawe dalam Pilpres yang jika ditafsirkan sebagai dukungan kuat terhadap Prabowo berpotensi terus mendongkrak kenaikan.
Cawe-cawe Jokowi juga diprediksi berdampak terhadap kekuatan oposisi yang hendak mengusung Anies Baswedan sebagai capres. Demokrat yang masih berada pada peringkat tiga besar mengalami koreksi elektabilitas, kini di bawah 10 persen, tepatnya 9,7 persen.
PKS juga melemah elektabilitasnya menjadi 4,6 persen, sedangkan Nasdem masih harus berjuang di bawah parliamentary threshold, hanya sebesar 3,0 persen. “Kasus korupsi BTS yang menyangkut petinggi Nasdem menjadi isyarat awal untuk menggembosi dukungan terhadap Anies,” tegas Rudi.
Baca Juga: Sarankan Surya Paloh Balas Jokowi, Kader Gerindra 'Kasihani' Amien Rais: Bapak Masih Waras?
Partai-partai lain masih mencari posisi baru dalam dinamika yang ada, seperti Golkar (8,5 persen), PKB (7,3 persen), dan PSI (5,7 persen). Golkar yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) berupaya merapat ke kubu Gerindra-PKB dalam koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).
Dua partai anggota KIB lainnya mengambil sikap yang berbeda, yaitu PPP (2,6 persen) dan PAN (1,8 persen). PPP memutuskan untuk turut mendukung Ganjar bersama PDIP, sedangkan PAN masih alot menentukan pilihan.
Partai-partai lainnya adalah Perindo (1,6 persen), Gelora (1,0 persen), dan Ummat (0,7 persen). Lalu ada PBB (0,6 persen), Hanura (0,2 persen), dan PKN (0,1 persen). Garuda dan Partai Buruh nihil dukungan, sedangkan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab sebanyak 19,5 persen.
Baca Juga: SURVEI POLMATRIX: Gerindra Tempel Ketat PDIP, Nasdem Kembali Amblas
Survei Y-Publica dilakukan pada 21-27 Mei 2023 kepada 1200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Data diambil melalui wawancara tatap muka terhadap responden yang dipilih secara multistage random sampling. Margin of error ±2,89 persen, tingkat kepercayaan 95 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty