CIPS: Kepemimpinan Indonesia di ASEAN Perlu Didorong untuk Percepat Transformasi Digital
Kepemimpinan Indonesia di ASEAN perlu dimanfaatkan untuk mendorong percepatan transformasi digital.
"Indonesia merupakan best practice. Kami dari pihak swasta melihat pemerintah sangat optimis pada ekonomi digital. Optimisme ini harus terus dijaga karena negara-negara ASEAN saat ini ada di crossroad. Sedangkan negara-negara Eropa sudah mulai kurang optimis," ujar Putri Alam, Direktur Hubungan Pemerintah dan Kebijakan Publik Google Indonesia, dalam Panel Discussion: ASEAN, Epicenter of Digital Growth? dalam Digiweek 2023 yang diadakan oleh Center for Indonesia Policy Studies (CIPS).
Baca Juga: Peneliti CIPS: Investasi dan Mekanisasi Pertanian Bantu Atasi Tantangan Pemenuhan Pangan Indonesia
Salah satu cara untuk mendorong percepatan ini adalah dengan kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan.
Tidak hanya itu, dialog juga perlu dilakukan dengan semua pemangku kepentingan untuk mendapatkan sudut pandang yang bervariasi dan memahami lanskap ekonomi digital dari berbagai sudut pandang pemangku kepentingan.
Putri menyebut Indonesia bisa menjadi contoh bagaimana pemerintah selalu melibatkan pihak-pihak lain dalam berdialog untuk memformulasikan kebijakan yang baik.
Dalam penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) misalnya, ia menyebut kolaborasi dan dialog sangat dibutuhkan untuk memastikan penggunaannya tepat guna dan dapat memberikan nilai tambah dalam kegiatan masyarakat.
Walaupun berperan penting, kehadiran kecerdasan buatan belum dibarengi dengan regulasi yang baik. Melihat kondisi ini, tentunya pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Berdialog dengan industri memang diperlukan karena dapat memberikan inovasi teknologi dan juga merupakan pihak yang memahami tantangan yang diperlukan.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (iDEA), Bima Laga, juga membenarkan potensi ekonomi digital Indonesia sangatlah besar. Terkait kecerdasan buatan, Bima mendukung adopsi teknologi tersebut untuk dimanfaatkan dalam mendukung kegiatan produktif.
"Semuanya bisa di-convert menjadi sales dari sisi bisnis. Saat ini e-commerce sudah pasti mengadopsi offline dan online. Teknologi menjadi perlu untuk dimanfaatkan dan diadaptasi," jelasnya.
Sementara itu, Peneliti CIPS Natasya Zahra menyebut kemunculan kecerdasan buatan menunjukkan semakin besarnya urgensi penguasaan kemampuan berpikir kritis atau critical thinking yang memadai di kalangan siswa.
Baca Juga: Peneliti CIPS: Indonesia Perlu Impor Jagung untuk Stabilkan Harga Ayam
Untuk itu, critical thinking bisa menjadi fondasi siswa untuk bisa menggunakan kecerdasan buatan secara produktif yaitu dengan bijak menyeleksi dan menggunakan jawaban yang dihasilkan untuk membantu mereka dalam proses belajarnya.
Natasya melanjutkan, ketimbang melarang, yang lebih penting itu adalah bagaimana sekolah dan guru-guru itu bisa memberikan materi terkait literasi digital dan memperkenalkan kecerdasan buatan kepada siswa dengan lebih masif. Dengan begitu, siswa jadi tahu apa saja yang diperbolehkan dan apa yang tidak boleh, dengan menetapkan koridor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas