Sebanyak 17 negara sepemahaman (like-minded countries) secara kolektif menyampaikan keprihatinan atas pemberlakuan EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) atau Undang Undang Anti Deforestasi.
Ungkapan keprihatinan itu disampaikan melalui Surat Bersama kedua kepada para pemimpin Uni Eropa yang diinisiasi oleh Indonesia dan Brasil pada 29 Juni 2023.
Baca Juga: Soroti Kekayaan dan Keberagaman Sistem Pendidikan Asean dan Uni Eropa Gelar AEHEF
Surat tersebut ditandatangani di KBRI Brussel oleh para Duta Besar dari 17 negara-negara sepemahaman yaitu: Argentina, Brasil, Bolivia, Ekuador, Ghana, Guatemala, Honduras, Indonesia, Kolombia, Malaysia, Meksiko, Nigeria, Pantai Gading, Paraguay, Peru, Thailand, dan Republik Dominika.
Mengutip keterangan resmi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, 17 negara produsen itu menolak EUDR karena UU ini dipandang belum mempertimbangkan kemampuan dan kondisi lokal, produk legislasi nasional, mekanisme sertifikasi, upaya-upaya dalam mencegah deforestasi, dan komitmen multilateral dari negara-negara produsen komoditas, termasuk prinsip tanggung jawab bersama dengan bobot yang berbeda (common but differentiated responsibilities).
"Undang-Undang ini juga secara inheren menciptakan sistem penolokukuran (benchmarking) yang bersifat diskriminatif dan menghukum serta berpotensi melanggar ketentuan WTO," kata Kemlu RI, dikutip Jumat (8/9/2023).
Ada pun isi surat bersama itu adalah permintaan agar Uni Eropa memperhatikan kepentingan negara produsen pada penyusunan aturan pelaksanaan undang-undang ini.
Baca Juga: Menko Airlangga dan Dubes Vincent Piket Apresiasi Capaian Hubungan Bilateral Indonesia-Uni Eropa
"Negara produsen mendorong para Pemimpin UE untuk lebih melibatkan negara-negara produsen komoditas terdampak dalam memformulasikan aturan dan panduan pelaksanaan (implementing acts and guidelines) yang detil dan jelas dari UU Anti Deforestasi yang mencakup rezim kepatuhan dan uji tuntas yang spesifik untuk setiap komoditas dan produk yang dihasilkan oleh para petani kecil di negara-negara produsen komoditas," jelas Kemlu RI.
Surat Bersama tersebut berisi beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh UE dalam menyusun aturan pelaksanaan UU Anti Deforestasi, diantaranya sebagai berikut:
Baca Juga: Di Depan Perwakilan ASEAN, Menlu Retno Sentil Uni Eropa Soal EUDR: Kerja Sama Harus Saling Untung!
- Lebih melibatkan negara-negara produsen komoditas dalam dialog yang substantif dan terbuka.
- Menghargai upaya-upaya yang telah dilakukan negara-negara produsen komoditas dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya melalui pembangunan berkelanjutan di tengah tantangan keterbatasan akses pendanaan, teknologi, dan bantuan pelatihan teknis.
- Mencegah dampak negatif UU Anti Deforestasi melalui penerapan panduan pelaksanaan yang menghargai praktek-praktek berkelanjutan (sustainable practices) yang telah ada pada rantai pasok pertanian di negara-negara produsen komoditas.
- Menghindari disrupsi perdagangan dan beban admisnistrasi yang berlebihan terkait dengan persyaratan geolokasi dan keterlacakan, sertifikasi, dan prosedur kepabeanan.
Negara-negara penandatangan surat bersama juga menyampaikan bahwa pendekatan “one-size-fits-all” yang diterapkan EU pada model uji tuntas dan keterlacakan akan membebani negara pengekspor dan pengimpor dan akan mempunyai dampak negatif, seperti: peningkatan kemiskinan, pengalihan sumber daya, dan menghambat pencapaian SDGs.
Baca Juga: Tindak Lanjuti Kisruh UU EUDR, Indonesia-Malaysia dan Uni Eropa Bentuk Gugus Tugas
Sebagai catatan, Indonesia, Malaysia, dan UE telah membentuk Joint Task Force on EUDR sebagai tindak lanjut Misi Bersama yang dilakukan Indonesia dan Malaysia ke Brussel pada 30-31 Mei 2023 dan tindak lanjut kunjungan pejabat Komisi Eropa ke Indonesia dan Malaysia pada 26-28 Juni 2023.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: