Tren dunia dalam mewujudkan energi bersih mendorong berbagai pihak untuk dapat berkontribusi terhadap berbagai upaya dalam penurunan emisi. Keberadaan moda transportasi tenaga listrik rendah emisi menjadi alternatif masyarakat untuk ikut mendukung dan berpartisipasi dalam upaya menekan emisi karbon.
Seiring dengan meningkatnya permintaan kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) dan pengembangan listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT), permintaan tembaga dunia pun meningkat. Terlebih, sekitar 70 persen kebutuhan tembaga dunia adalah untuk menghantarkan listrik.
PT Freeport Indonesia (PTFI) sebagai perusahaan tambang tembaga kelas dunia menggarisbawahi peran penting tembaga dalam mendukung ekosistem energi terbarukan dan elektrifikasi.
Baca Juga: Singgung Freeport, Bahlil Tekankan Pentingnya Hilirisasi di Indonesia
“Tembaga merupakan bahan yang sangat dibutuhkan dalam menghasilkan energi terbarukan (renewable energy) digunakan untuk pengoperasian mobil listrik, panel surya, dan turbin angin. Kendaraan listrik membutuhkan tembaga empat kali lipat lebih banyak daripada mobil konvensional, dan 70 persen tembaga di dunia digunakan untuk menghantarkan listrik. Dengan kata lain, listrik tidak sampai ke konsumen tanpa tembaga,” ujar Presiden Direktur PTFI Tony Wenas pada Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2023 bertema Reducing Emissions in Indonesia’s Mining Sector (26/9/2023).
PTFI berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 30 persen pada tahun 2030 dengan merumuskan strategi dekarbonisasi yang berfokus pada bisnis dan operasional pertambangan. Pada tahun 2022, PTFI berhasil menekan emisi dari kegiatan operasional tambang bawah tanah sebesar 22 persen. Salah satu inovasi yang dilakukan dalam upaya tersebut adalah dari penggunaan alat angkut bijih tambang bertenaga listrik.
“Kami menggunakan sistem kereta listrik otomatis bawah tanah yang dapat mengangkut 110 ribu ton bijih per hari, menggantikan truk-truk besar berbahan bakar diesel. Alat angkut ini mampu mengurangi emisi karbon sekitar 80 ribu metrik ton per tahun,” ungkap Tony.
Upaya lain yang dilakukan PTFI dalam mengurangi emisi adalah menggunakan pembangkit listrik (power plant) baru berteknologi dual fuel engine, baik pada kegiatan operasi di hulu maupun hilir. Saat ini, PTFI meningkatkan penggunaan energi berkelanjutan dengan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) berkapasitas 128 MW, yang akan ditingkatkan menjadi 168 MW. PTFI juga merencanakan penggantian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara dengan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) berkapasitas 267 MW pada tahun 2027, dengan harapan dapat mengurangi emisi GRK hingga 62 persen.
“Semoga semua bisa tercapai sesuai rencana, sehingga PTFI dapat benar-benar berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon seperti yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia,” lanjut Tony.
Tony menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan tersebut adalah merupakan bagian dari penerapan praktik bisnis yang bertanggung jawab dengan pendekatan aspek Environmental, Social, dan Governance (ESG).
“Responsible miners adalah mereka yang melaksanakan good mining practices dengan mempertimbangkan ESG,” tutup Tony.
Baca Juga: Kehadiran Smelter Freeport Gresik Mampu Beri Nilai Tambah Perekonomian Indonesia
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: