Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        DPR Pertanyakan HPL BP Batam di Pulau Rempang: Kok Negara Sampai Minta Rakyat Pindah demi Investasi?

        DPR Pertanyakan HPL BP Batam di Pulau Rempang: Kok Negara Sampai Minta Rakyat Pindah demi Investasi? Kredit Foto: Antara/Teguh Prihatna/foc.
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nusron Wahid mempertanyakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang diklaim telah dikantongi Badan Pengusahaan (BP) Batam terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

        Pasalnya, kata Nusron, informasi yang diterimanya pada saat berkunjung ke Pulau Rempang, penduduk sekitar menyebut bahwa tidak ada HPL di Pulau Rempang.

        "Di informasi dari 17.600 hektare itu di Pulau Rempang, yang katanya 600 hektare sudah ada HPL atas nama BP Batam, saya minta tolong dibuktikan dalam rapat ini surat HPL-nya itu ada di mana? Karena informasi yang kami terima dari masyarakat belum ada yang namanya HPL di Pulau Rempang," kata Nusron dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (2/10/2023).

        Baca Juga: Gagal Direlokasi, Kasus Rempang Eco City Terus Berjalan. Ini Enam Catatan Pentingnya

        Nurson sendiri mengaku gembira dengan wacana dibatalkannya relokasi warga Pulau Rempang sebagaimana yang dikatakan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia seusai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi).

        "Saya bergembira penjelasan Pak Menteri hasil ratas, dengan Menteri dengan Bapak Presiden, yang meminta entah benar apa tidak, relokasi itu dihentikan, saya setuju kalau relokasi dihentikan," katanya.

        Menurutnya, dalam persoalan di Pulau Rempang, diperlukan kebijakan yang arif dan bijaksana. Pasalnya, wacana relokasi yang dijanjikan dinilai memberatkan warga Pulau Rempang.

        "Rumah penduduk tidak jadi direlokasi, tolonglah, carikan lokasi yang lain yang tidak menggangu rumah tangga orang. Kalau toh memang terpaksa harus dipindah, pertanyaan saya, kenapa mereka harus diminta indekos? Kenapa enggak rumahnya itu dibuatkan dulu, baru mereka diminta untuk pindah," paparnya.

        Seandainya pun rencana relokasi warga Pulau Rempang terjadi, Nusron sendiri menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, persoalan investasi dinilai lebih dikedepankan dibanding kepentingan warga setempat.

        "Selain hanya mendapatkan tenaga kerja dan pajak, negara mendapatkan apa? Kok sampai negara meminta rakyatnya pindah demi investasi? Apa tidak ada tempat lain untuk kepentingan investasi?" tandasnya.

        Sebelumnya, Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Thahjanto menyebut bahwa tanah seluas 17 ribu hektare di Pulau Rempang merupakan kawasan hutan dan tidak ada hak atas tanah di atasnya. 

        Saat ini, kata Hadi, di pulau tersebut juga ada pengajuan permohonan HPL oleh BP Batam seluas kurang lebih 600 hektare yang merupakan Area Penggunaan Lain (APL).

        "Jadi, masyarakat pun yang tinggal di sana juga tidak ada sertifikat," kata Hadi di Ruang Rapat Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa (12/09/2023).

        Lebih lanjut dia menyebut, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat dan sebagian di antaranya menerima usulan berupa solusi dari pemerintah sebelum konflik tersebut mengemuka. 

        Hadi menyebut, terdapat 15 titik tempat masyarakat hidup di Pulau Rempang yang mayoritas tinggal di pinggir pantai dan berprofesi sebagai nelayan. "Dengan adanya proyek ini pemerintah coba ketuk hati masyarakat, dengan tetap menghargai budaya lokal, yaitu dengan mencarikan tempat relokasi," tandasnya.

        Baca Juga: Demi Tarik Investasi China Senilai USD11,5 Miliar, Rumah Warga Kawasan Rempang Direlokasi

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Andi Hidayat
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: