Mengapa pembaca laporan audit internal atau laporan audit eksternal tidak tertarik membaca dan memahami isi laporan audit? Jawabannya adalah banyak faktor yang membuat para pembaca enggan, tidak tertarik, dan kapok membaca laporan audit.
Salah satunya adalah cara auditor atau pemeriksa mengkomunikasikan atau menyusun temuan audit sehingga masalah yang sebenarnya penting dan menarik tidak dipahami pembacanya. Masalah di sini berarti temuan auditor berupa penyimpangan, deviasi, kekurangan, kelemahan, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Semuanya berkonotasi negatif dari sudut pandang auditor atau pemeriksa.
Pada tulisan sebelumnya tanggal 13 April 2024 (baca di sini), saya telah menguraikan tentang cara mengeksplorasi akar penyebab masalah sehingga rekomendasi auditor memiliki makna dan manfaat bagi yang diaudit.
Rekomendasi yang diberikan auditor harus memiliki hubungan atau korelasi yang kuat dengan akar penyebab masalah atau temuan. Penelitian dan analisis atas akar penyebab masalah memerlukan ketrampilan auditor dan pengetahuan atas metode analisis akar penyebab masalah.
Auditor meneliti dan menganalisis akar penyebab masalah karena adanya temuan. Oleh karena itu mendapatkan dan mengembangkan temuan merupakan aktivitas auditor yang sangat kritikal juga. Kali ini saya membahas tentang temuan audit.
Berdasarkan urutan berpikir maka eksplorasi dan pembuktian suatu temuan mendahului eksplorasi dan analisis penyebab masalah (temuan). Temuan sendiri seharusnya memiliki pesan kepada pembaca laporan audit bahwa temuan tersebut penting sehingga perlu diketahui dan perlu diperbaiki.
Jika uraian tentang temuan tidak memiliki pesan penting, maka akan membuat kesan kepada pembaca laporan bahwa temuan audit tidak memiliki nilai atau tidak bermakna atau tak memiliki arti dan manfaat kepada pembacanya. Ini berarti seperti halnya akar penyebab masalah dan rekomendasinya yang wajib dijelaskan dengan tuntas oleh auditor, temuan audit wajib menyampaikan pesan bahwa temuan ini penting, bernilai serta akan memberikan manfaat (kontribusi) kepada pihak yang diaudit.
Agar temuan audit diakui penting, bernilai, serta akan memberikan manfaat (kontribusi) kepada pihak yang diaudit, auditor wajib memperhatikan sebab-sebab temuan audit tidak memiliki nilai atau tidak bermakna atau tak memiliki arti dan manfaat kepada pembacanya.
Berikut ini adalah penjelasannya.
Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya tanggal 25 Mei 2024, bisa dibaca di sini.
Baca Juga: PDN Diretas, Pelaksana Hingga Auditor Tak Punya Latar IT
Temuan yang disodorkan auditor kepada pihak yang diaudit tidak signifikan atau tidak substansial sehingga dinilai tidak bermanfaat dan hanya menghabiskan waktu dan sumber daya pihak yang diaudit dalam melayani auditor.
Auditor seringkali berangkat dari persepsinya bahwa temuannya sudah benar karena apa yang dilakukannya sesuai prosedur atau pedoman tanpa memperhatikan dan tanpa mengevaluasi apakah prosedur atau pedoman itu sesuai dengan perkembangan profesi audit atau tidak.
Selain itu, auditor malas meningkatkan kompetensinya secara mandiri atau ia tidak mendapat dukungan dari tempat bekerja untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi. Padahal, kompetensi yang wajib dimiliki auditor sangat luas sesuai dengan kebutuhan tempat bekerja, klien, dan pihak yang diaudit.
Auditor yakin bahwa pendekatan dan acuan audit berbasis risiko sudah pasti tepat. Keyakinan ini bisa benar namun bisa menjadi tidak pas. Sebagai contoh keadaan dimana auditor bermain aman untuk melaksanakan audit dan assurance atas risiko kepatuhan atau risiko operasional yang nyaris sama dengan yang sudah dilakukan oleh pemberi assurance yang lain.
Selain itu, temuan yang disodorkan bersifat stopper karena risiko memang berkonotasi negatif tanpa auditor memahami adanya selera risiko dan risiko yang dapat ditolerir atau temuan auditor hanya memotret penyimpangan, ketidaksesuaian, dan sejenisnya. Sehingga pihak yang diaudit terlanjur jemu dan lelah serta muncul stigma stereotip tentang apa yang akan disodorkan auditor dan corak auditnya selalu sama dari tahun ke tahun. Atau, auditor mencoba bermain cantik keluar dari zona nyaman melaksanakan audit dan assurance atas risiko kepatuhan atau risiko operasional, namun sayangnya auditor kurang menguasai pengetahuan yang dibutuhkan, kurang pada kompetensi audit yang sesuai, dan ketidakberanian menjadi mitra strategis dan penasehat (advisor) terpercaya secara organization-wide. Akibatnya isi temuan auditor maupun argumentasinya tidak berbobot, kering dari manfaat yang membawa perubahan mendasar, kering dari pengetahuan atau konsep.
Temuan yang disodorkan auditor kepada pihak yang diaudit tidak mendalam atau hanya bersifat permukaan dan gejala atau hanya bersifat praduga. persepsi dan perkiraan auditor. Sebagai contoh, auditor hanya membaca suatu prosedur kerja pihak yang diaudit kemudian menemukan celah atau kelemahan yang berpotensi atau berisiko menjadi masalah (event) tanpa auditor melihat ada tidaknya pengendalian kompensasi atau pengendalian alternatif atau auditor tidak menguji secara empiris tentang keefektifan prosedur yang ada untuk menentukan apakah celah atau kelemahan tersebut nyata dan ada signifikansinya untuk menjadi temuan. Signifikansi hasil pengujian tersebut bisa dari perspektif manfaat atas temuan dan rekomendasi wajib melebihi biaya, risiko terbuka memang cukup tinggi.
Temuan yang disodorkan auditor kepada pihak yang diaudit dinilai tidak penting atau sekedar potret karena temuan tidak ditunjang dampak atau akibat dari temuan itu. Arti penting suatu temuan selain dari manfaat dan signifikansi, harus secara empiris ditunjang dampak atau akibat dari temuan itu dari kaca mata pihak yang diaudit. Hal ini akan membuat pihak yang diaudit terpikat dan serius menyikapi atau merespon temuan audit. Sebaliknya, pihak yang diaudit sekedar merespon secara formalitas menanggapi temuan audit yang menjadi kewenangan auditor.
Sebagai contoh, auditor hanya berpraduga apa dampak dari suatu temuan tanpa mencoba mengkuantifisir dampak atau tanpa melihat dampak masif. Bagaimana pula bila ternyata dampaknya positif atau masih dalam toleransi risiko dan selera risiko pemangku tata Kelola. Ketiadaan data empiris yang menjelaskan suatu dampak membuat argumentasi penting atau tidaknya suatu temuan audit menjadikan temuan itu tidak atau kurang andal.
Saya sering berpikiran bahwa temuan itu hanyalah maunya atau kebutuhan auditor dan auditor sendiri yang merasa penting. Saya sering menganggap auditor memiliki pandangan myopia, melihat sesuatu yang kecil menjadi besar atau membesar-besarkan sesuatu temuan yang bisa jadi hal kecil atau sederhana menurut pihak yang diaudit.
Baca Juga: Perkuat Fungsi Audit Internal, OJK Terus Tingkatkan Sinergi
Pada tulisan lalu saya menegaskan perlunya sumber daya untuk mengembangkan temuan audit sehingga memiliki bobot baik dari manfaat laksana memberikan multiplier effect (menghasilkan perubahan yang lebih besar), signifikansi atau arti pentingnya, dan validitasnya yang didukung bukti empiris dan analisis yang kuat. Saya juga menegaskan perlunya sumberdaya untuk mengumpulkan data dan informasi serta penggunaan analisis yang tepat untuk menemukan akar penyebab temuan dan rekomendasinya.
Kali ini, saya juga menegaskan bahwa dampak atau akibat dari temuan audit memerlukan sumber daya untuk pengembangannya. Dimensi dampak ini sering diabaikan atau tidak disikapi serius. Auditor hanya membuat praduga. Padahal analisis dampak atas temuan ini baik yang sudah atau sedang terjadi ataupun berupa prediksi (future-focused) membutuhkan bukti empiris dan atau analisa kuantitatif serta landasan konseptual berpikir.
Temuan yang disodorkan auditor kepada pihak yang diaudit tidak andal karena temuan tidak ditunjang data atau informasi secara empiris atau salah dalam menggunakan dan memahami data atau informasi yang diperoleh. Auditor tidak tepat menemukan penyedia informasi yang andal, auditor tidak mampu menerapkan skeptic professional, auditor tidak mampu menerapkan kecermatan atau ketelitian professional, auditor tidak mampu menerapkan analisis kritis dan mendalam atau tidak tahu menggunakan metodologi yang sesuai, auditor tidak mampu mengeksplorasi pertanyaan dan pencarian informasi kepada penyedia informasi. Dengan adanya tuntutan yang semakin berat kepada auditor, dalam melakukan pengembangan terhadap dampak temuan, auditor semestinya menguasai metodologi analisis data dan riset serta metodologi analisa kuantitatif.
Meskipun auditor telah memperbaiki semua hal di atas, namun cara auditor menulis dan mengkomunikasikan menentukan keberhasilan kerja auditor khususnya pada penyampaian temuan audit. Narasi temuan yang disodorkan auditor kepada pihak yang diaudit seringkali membosankan dan melelahkan dalam membaca serta tidak mudah memahaminya. Auditor wajib meminta penilaian yang jujur kepada pihak yang diaudit apakah cara komunikasi dan pelaporannya sudah efektif. Biasanya narasi tulisan auditor adalah kaku mengikuti standar dan pola baku penulisan pada pedoman audit di tempat kerjanya. Padahal kekakuan format yang diatur di pedoman audit tersebut, tidak wajib (mandatory) oleh standar.
Narasi tulisan auditor umumnya bertele-tele menggunakan banyak kalimat majemuk atau pendahuluan yang berlebihan melampaui substansi isi temuan, sehingga isi dan inti temuan menjadi tertindih dengan narasi yang tidak perlu. Seringkali auditor membuat narasi yang tidak jelas, menggunakan istilah teknis, menimbulkan ambiguitas atau perbedaan penafsiran. Cirinya narasi di bawah standar adalah jika pihak yang diaudit kebingungan atau bertanya kembali meminta penjelasan kepada auditor atau pihak diaudit menanggapi berbeda dengan yang dimaksud oleh auditor, berarti narasi tulisan auditor bertele-tele dan/atau tidak jelas.
Terakhir adalah hal sepele namun justru jika terjadi malah membuat blunder berupa keraguan atas hasil kerja auditor yaitu isi tulisan auditor tidak akurat baik salah kutip, salah hitung, salah data dan kesalahan lainnya. Pihak yang diaudit justru akan menggunakan ketidakakuratan dan kekeliruan ini untuk melemahkan temuan audit.
Selain memerlukan perbaikan manajemen dan tata Kelola audit seperti dukungan tacit knowledge dan subject matters expert di unit kerja auditor, dukungan kendali mutu seperti supervisi dan eskalasi masalah, dan investasi pengembangan kompetensi auditor dan program mandiri pengembangan kompetensi auditor, dibutuhkan juga tekad dan kemandirian auditor untuk mengembangkan kemampuan dirinya dalam menulis temuan dan mengkomunikasikan hasil audit berupa temuan dan berkomunikasi dalam pengembangan temuan dan dampak temuan serta dalam merumuskan penyebab temuan dan rekomendasinya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: