
Ahli Proses Konversi Biomassa Institut Teknologi Bandung (ITB), Ronny Purwadi, menjabarkan beberapa alasan kendaraan berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) bisa menjadi pilihan yang tepat untuk membantu mengurangi emisi. Salah satunya adalah biodiesel dan bioethanol.
“Supaya tidak menjadi panas, gas rumah kacanya harus dibatasi, maka penggunaan bahan bakar fosil ini harus dikurangi. untuk menjaga stabilitas kebutuhan bahan bakar maka harus ada energi baru yang siklusnya lebih cepat, yaitu EBT,” kata dia pada diskusi media di fasilitas manufaktur Toyota di Karawang, Jawa Barat, Kamis (5/9/2024).
Baca Juga: Realisasi Peremajaan Sawit Rakyat Mukomuko Capai 2.391 Hektare
Kendati EBT banyak dan sebenarnya melimpah di Indonesia, namun dia menyayangkan masih banyak yang menggunakan bahan bakar fosil di sektor transportasi.
Untuk mengunragi konsumsi bahan bakar fosil, pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai inisiatif. Salah satunya adalah peningkatan penggunaan biodiesel.
Biodiesel yang berbasis minyak sawit ini hanya salah satu solusi. Pasalnya, sebagian besar bahan bakar yang dibutuhkan adalah bensin. Oleh sebab itu, Ronny menyebut jika bioethanol bisa menjadi pilihan yang semakin relevan dan ramah lingkungan.
“EBT sudah banyak ada geotermal, ada energi nuklir, ada energi surya, lalu kenapa harus biofuel? Bahwa kendaraan kita itu hampir seluruhnya menggunakan bensin. Kalau mau diganti dengan EV (kendaraan listrik) berarti kita harus buang semua mobil, kita ganti baru dengan EV,” ujar Ronny.
Baca Juga: BBM Bakal Disalurkan dengan AI, Luhut: Indonesia Bisa Hemat Rp90 Triliun
Rony mengungkapkan bioethanol yang mempunyai banyak manfaat. Salah satunya adalah mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mendukung ketahanan energi nasional.
Adapun kelebihan lainnya adalah bioethanol masih dapat digunakan pada kendaraan yang biasa menggunakan bensin. Selain itu, bioethanol juga bisa memanfaatkan limbah organik serta mendorong perekonomian melalui penciptaan lapangan kerja baru.
Dengan pengembangan teknologi bioethanol yan makin berlanjut, Ronny berharap hal tersebut dapat menjadi solusi alternatif yang lebih luas nan efektif dalam mengatasi tantangan energi serta perubahan iklim di Indonesia.
Baca Juga: Kemenkeu Buka Suara, Pemangkasan Anggaran Subsidi Energi Terkait Pembatasan BBM?
“Jadi kita memang harus membuat biofuel yang masih kompatibel dengan kendaraan kita yang ada sekarang ini. Upaya untuk menggantikan sebagian bensin ini, dengan bahan-bahan yang kompatibel salah satunya itu adalah bioetanol,” imbuh Ronny.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa bioethanol yang dihasilkan dari bahan baku seperti gula dan pati menawarkan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bensin. Kendati bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku pangan dan non pangan seperti singkong dan jagung, namun produksinya masih terbatas.
“Hingga saat ini, bioetanol hanya digunakan sebagai campuran E05 di Jakarta dan Surabaya, sementara kebutuhan bensin nasional mencapai 29 juta kiloliter per tahun,” ungkap Ronny.
Baca Juga: Wacana Pertalite Dibatasi Tergantung Jokowi, Diharapkan Jalan Oktober 2024
Produksi bioethanol di Indonesia, sambungnya, yang baru mencapai 34.500 kiloliter masih jauh dari mencukupi kebutuhan pasar. Sehingga, hal tersebut menunjukkan perlunya percepatan pengembangan bioethanol untuk memenuhi target bauran energi terbarukan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: