- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Agronomi
Minyak Sawit Lebih Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan dan Energi Dibanding Minyak Nabati Lainnya
Ketahanan pangan serta ketahanan energi berbasis sawit dinilai merupakan ketahanan pangan dan energi yang relatif lebih berkelanjutan daripada menggunakan minyak nabati lain.
Berdasarkan tim riset dari lembaga kajian Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), indikator yang digunakan untuk mengukur relativitas dalam sustainability tersebut di antaranya biodiversity loss, emisi, deforestasi, serta penggunaan air.
Secara implisit, menurut PASPI, berdasarkan luas areal maupun produktivitas minyak nabati dunia, terlihat bagaimana intensitas deforestasi antar minyak nabati utama dunia.
Baca Juga: EUDR Ancam Industri Minyak Sawit, Bisa Picu Kelangkaan hingga Kenaikan Harga
Menurut PASPI, apabila semua ekspansi minyak nabati diasumsikan merupakan suatu deforestasi, dengan indeks deforestasi minyak sawit sebagai benchmark, maka indeks deforestasi minyak kedelai ditaksir mencapai 956%, minyak rapeseed 614%, serta indeks deforestasi minyak bunga matahari menyentuh angka 827%.
“Dengan demikian sangat jelas bahwa dalam produksi minyak nabati dunia, deforestasi sawit adalah paling rendah dibandingkan dengan deforestasi pada minyak nabati lainnya,” jelas PASPI, dikutip Sabtu (21/12/2024).
Hal tersebut dengan kata lain memiliki makna bahwa hadirnya minyak sawit dalam rantai pasok minyak nabati global bisa menghemat, bahkan mencegah terjadinya deforestasi dunia yang lebih luas.
Dikutip dari Beyer dan Rademacher dalam jurnalnya yang berjudul "Species Richness and Carbon Footprints of Vegetable Oils: Can High Yields Outweigh Palm Oil’s Environmental Impact?" menjelaskan bahwa komparasi biodiversity loss global antar minyak nabati dengan membandingkan biodiversitas tutupan lahan antara sebelum dan sesudah dikonversi menjadi tanaman minyak nabati.
Keduanya dalam tulisan tersebut mengukur footprint atau indikator jejak Species Richness Loss (SRL) per liter minyak yang dihasilkan sebagai ukuran biodiversity loss. Alhasil, studi tersebut mengungkapkan bahwa biodiversity loss minyak sawit jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.
“Secara relatif dengan SRL minyak sawit sebagai pembanding menunjukkan bahwa indeks SRL minyak kedelai 284 persen, indeks SRL minyak rapeseed 179 persen, dan indeks SRL minyak bunga matahari 144 persen,” tulis Beyer dan Rademacher.
Baca Juga: Harga Minyak Sawit Masih Fluktuatif, Investor Ambil Untung
Dengan kata lain, SRL sebagai indikator biodiversity loss menunjukkan bahwa minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling rendah biodiversity loss-nya. Sedangkan, minyak nabati yang paling besar biodiversity loss-nya yakni minyak kedelai.
Studi keduanya juga mengungkapkan bahwa pada level ekosistem global, untuk tiap ton minyak nabati yang dihasilkan sumber minyak nabati yang paling boros emisinya yakni minyak kedelai, bukanlah minyak sawit. Disusul oleh minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari.
“Sedangkan sumber minyak nabati yang paling hemat emisi adalah minyak sawit. Jika dibandingkan dengan emisi karbon yang dihasilkan untuk memproduksi minyak sawit, emisi karbon dari produksi minyak kedelai lebih tinggi 425 persen, emisi minyak rapeseed lebih tinggi 242 persen, dan emisi minyak bunga matahari lebih tinggi 225 persen,” jelas keduanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait: