Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        IPB Dorong Ekstensifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Kedepankan Prinsip Berkelanjutan

        IPB Dorong Ekstensifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Kedepankan Prinsip Berkelanjutan Kredit Foto: Antara/Budi Candra Setya
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Rencana perluasan lahan kelapa sawit serta ekspansi hutan sebagai cadangan pangan yang diwacanakan oleh pemerintah wajib memperhatikan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Hal tersebut diungkapkan oleh Guru Besar Kebijakan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Dodik Ridho Nurrochmat.

        Dirinya mengaku bahwa pernyataan Presiden Prabowo perihal pembangunan sawit dan hutan cadangan pangan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sangat baik dan perlu didukung.

        Baca Juga: UGM: Prabowo Ingin Korbankan Marwah untuk Buka Lahan Sawit Baru?

        "Namun demikian, tujuan tersebut tentu harus terukur dan memerhatikan keberlanjutan serta kelestarian lingkungan," ujar Dodik dilansir dari Antara, dikutip Jumat (10/1/2025).

        Dalam implementasinya, sambungnya, pemerintah dan pihak terkait bsia melakukan intensifikasi lahan untuk meningkatkan produktivitas, hilirisasi untuk peningkatan nilai tambah produk, serta ekstensifikasi atau perluasan lahan pertanian untuk peningkatan produksi.

        Dia menilai jika ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit untuk cadangan pangan tak selalu menimbulkan dampak deforestasi atau kerusakan lingkungan. Dengan catatan, hal tersebut dilakukan dengan perencanaan yang baik serta strategi yang tepat.

        "Ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit dan hutan cadangan pangan tidak menyebabkan deforestasi, jika dilakukan di kawasan hutan yang tidak berhutan atau areal penggunaan lain (APL). Berdasarkan hasil evaluasi Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2024, tidak semua kawasan hutan secara fisik berhutan," kata Dodik.

        Dodik mengungkapkan, ada sekitar 29 juta hektare lahan kawasan hutan yang tidak berhutan. Dengan lokasi yang telah menyebar sekaligus kondisi lapangan yang beragam. Dodik menyebut bahwa di antara kawasan hutan yang tidak berhutan tersebut, melingkupi kebun, pemukiman, sawah, hingga lahan terlantar dan terdegradasi.

        Maka dari itu, untuk mengatasi huru-hara tersebut dia mengusulkan agar lahan terlantar di kawasan hutan dimanfaatkan dengan cara tidak boleh dibiarkan tanpa pengelolaan. Pasalnya, dia menilai jika hal tersebut bakal menjadi muara konflik yang bisa mengancam stabilitas dan kondusifitas sosial, ekonomi, hingga lingkungan.

        Dodik menekankan bahwa lahan terdegradasi di kawasan hutan produksi wajib segera direhabilitasi dengan pohon dan tanaman komersial, khususnya kelapa sawit hingga tanaman pangan.

        “(Dilakukan) dengan agroforestri pola tertentu melalui skema multiusaha kehutanan sehingga produktivitas hutan meningkat dan luasan tutupan hutan juga akan meningkat,” jelasnya.

        Dengan kata lain, imbuhnya, penanaman sawit dan tanaman pangan di kawasan hutan produksi yang terdegradasi dengan menggunakan pola agrofestri dinilai oleh Dodik sebagai potensi dalam menghadirkan reforestasi atau penghutanan kembali, alih-alih menimbulkan deforestasi atau konversi hutan.

        Baca Juga: KP2KP Nunukan Gencarkan Edukasi Pajak untuk Pelaku Usaha Sawit

        “Sedangkan lahan terdegradasi di kawasan hutan lindung dan konservasi harus direhabilitasi dengan pohon dan tanaman lain, yang tidak mengakibatkan perubahan fungsi pokok kawasan,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: