Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pemerintah Dorong Implementasi CCS, Fokus Mitigasi Risiko Kebocoran

        Pemerintah Dorong Implementasi CCS, Fokus Mitigasi Risiko Kebocoran Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memperkuat persiapan implementasi teknologi Carbon Capture Storage (CCS). Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menegaskan bahwa pembahasan terkini menitikberatkan pada mitigasi risiko, terutama risiko kebocoran.

        “Yang sekarang kita lagi terus diskusinya itu nanti aspek risiko ya. Risikonya, risiko bocornya seperti apa,” ujar Dadan di Kementerian ESDM, Jumat (10/1/2024).

        Menurut Dadan, aturan terkait tanggung jawab risiko kebocoran terutama untuk penyimpanan karbon dari luar negeri masih perlu dirumuskan. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 menetapkan bahwa dari total kapasitas penyimpanan karbon di Indonesia, 70% dialokasikan untuk kebutuhan domestik, sementara 30% sisanya untuk luar negeri.

        “Nah kalau dari luar negeri kalau ada kebocoran, itu tanggung jawabnya siapa? Kalau ada bocor di dalam transportasi. Itu nanti aturannya aturan dunia nantinya. Bukan kita ya. Paling didekatinya adalah nanti bilateral,” jelasnya.

        Baca Juga: PLN Akan Segera Pakai CCS/CCUS di 5 PLTU

        Dadan menekankan bahwa pembahasan ini harus dilakukan pada level antar pemerintah (G-to-G), bukan antar perusahaan (B-to-B). Selain itu, monitoring jangka panjang menjadi aspek penting dalam implementasi CCS.

        “Harus ada perjanjian dulu, nanti disepakati di situ bagaimana risikonya. Termasuk risiko pascanya ya. Kalau migas selesai, ya selesai, ditutup, abandon kan. Kalau ini, kita masukin CO2 ke dalam. Kan ini harus dimonitor berapa tahun, berapa puluh tahun,” tegasnya.

        Dadan menggambarkan mekanisme CCS seperti menyewa gudang. “Kita kira-kira kan sewa gudang saja. Ini kan sewa gudang. Terus bagaimana supaya gudangnya itu terjamin tidak bocor, itu yang kita atur,” tambahnya.

        Indonesia sendiri memiliki potensi besar untuk penyimpanan karbon dengan cekungan sedimen terbesar di Asia Tenggara. Potensi sumber daya penyimpanan karbon di Indonesia meliputi 573 gigaton saline aquifer dan 4,8 gigaton depleted oil and gas reservoir, tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

        Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Ariana Soemanto, dalam sesi pertemuan Indonesia–Norway Bilateral Energy Consultation (INBEC) di Jakarta, Senin (1/7/2024), menyebutkan bahwa skema CCS di Indonesia terbagi menjadi dua.

        Baca Juga: Strategi Sri Mulyani Hadapi Sepinya Perdagangan Karbon di Indonesia

        “Yang pertama, penyelenggaraan CCS berdasarkan Kontrak Kerja Sama Migas. Rencana kegiatan CCS dapat diusulkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama dalam POD I maupun POD lanjutan atau revisinya. Kedua, CCS dapat dikembangkan sebagai usaha tersendiri melalui Izin Eksplorasi Zona Target Injeksi dan Izin Operasi Penyimpanan Karbon,” jelas Ariana.

        Ariana juga menekankan bahwa pengembangan CCS di Indonesia didukung oleh regulasi kuat, yaitu Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2023 dan Perpres Nomor 14 Tahun 2024. Ia menyebut, terdapat 15 proyek potensial CCS/CCUS yang ditargetkan mulai beroperasi antara 2026 hingga 2030.

        “Dua cekungan yang sedang didorong pemerintah untuk dijadikan CCS Hub di wilayah Asia Timur dan Australia yaitu cekungan Sunda Asri dan cekungan Bintuni,” tutup Ariana.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: