Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan pentingnya pengembangan bursa karbon sebagai salah satu upaya strategis untuk menekan emisi karbon.
Ia menjelaskan bahwa implementasi pajak karbon dan regulasi batas atas emisi sektoral menjadi langkah konkret untuk memperkuat pasar tersebut.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas kementerian, seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sri Mulyani pun menyoroti tentang implementasi pajak karbon dan regulasi batas atas emisi sektoral untuk mendorong pengembangan bursa karbon.
“Kami akan berkomunikasi dengan kementerian terkait. Jadi kami akan terus berkoordinasi dengan para menteri terkait dan lembaga terkait. Terutama dengan Kementerian Perdagangan karena katanya juga dalam hal ini kita terus akan memperkuat termasuk berbagai instansi seperti kementerian BSDM dan bahkan transportasi,” ujar Sri Mulyani, beberapa waktu lalu.
Asal tahu saja, sejak diluncurkan pada September 2023 hingga akhir Desember 2024, Bursa Efek Indonesia mencatat transaksi bursa karbon hanya sebesar Rp19,73 miliar.
Baca Juga: Nilai Transaksi Bursa Karbon Merosot, Namun Potensinya Masih Besar!
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, Aditya Jayaantara, menyebut total volume transaksi mencapai 908.018 ton CO2e, dengan frekuensi 152 kali dan nilai total Rp 50,64 miliar.
“Kami memiliki kondisi yang cukup kondusif dalam angka perdagangan karbon ini,” katanya.
Meski demikian, aktivitas perdagangan bursa karbon masih tergolong sepi.
Kepala Departemen Pemeriksaan Khusus OJK, I Made Bagus Tirthayatra, menilai kebijakan pemerintah terkait besaran pajak karbon menjadi salah satu kendala utama. “Perkembangan bursa karbon sangat dipengaruhi oleh keputusan pemerintah, termasuk penetapan besaran pajak karbon,” ujarnya, Rabu (4/12).
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, menambahkan bahwa aktivitas bursa karbon dapat meningkat jika pajak karbon diberlakukan dan nilainya lebih tinggi dari harga jual beli karbon di pasar. Selain itu, sosialisasi dan edukasi mengenai emisi karbon juga perlu diperkuat. “Dengan adanya bursa karbon, diharapkan menjadi salah satu infrastruktur yang dapat menunjang proses pengurangan emisi karbon di Indonesia,” ucapnya.
Hingga kini, terdapat tiga proyek yang telah mengantongi Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK), termasuk PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang dan PLTM Gunung Wugul. Total unit karbon yang masih dapat diperdagangkan mencapai 1,34 juta ton CO2e, sementara yang telah diperdagangkan sebanyak 427.247 ton.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement