Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Inilah Alasan Hashim Djojohadikusumo Kehilangan ADRO, Kini Dirumorkan Bakal Kembali

        Inilah Alasan Hashim Djojohadikusumo Kehilangan ADRO, Kini Dirumorkan Bakal Kembali Kredit Foto: Populis
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Belakangan mencuat rumor bahwa Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo Subianto, ingin kembali menjadi pemilik ADRO. Kabarnya, hal itu bakal dilakukan melalui perusahaan investasi alias tidak langsung menggunakan nama Hashim. 

        Meskipun masih hanya sebatas rumor, hal ini menarik mengingat Hashim adalah pemilik lama dari ADRO. Yap, Hashim adalah pemilik ADRO sebelum Garibaldi Thohir. 

        Lalu, bagaimana cerita sebenarnya Hashim dapat Kehilangan kepemilikan atas PT Adaro Indonesia atau ADRO?

        Sejarah PT Adaro Indonesia adalah potret transformasi besar dalam industri pertambangan Indonesia, yang melibatkan berbagai pihak dari dalam dan luar negeri. Kisah ini dimulai pada era booming minyak dan gas di tahun 1970-an, ketika tingginya permintaan global terhadap energi menarik minat investor asing ke Indonesia. Salah satu pemain utama yang terlibat dalam bab awal ini adalah perusahaan milik pemerintah Spanyol, Enadimsa.

        Pada tahun 1982, Enadimsa mendapatkan izin eksplorasi dan eksploitasi atas delapan blok tambang di Kalimantan dari pemerintahan Soeharto. Perusahaan ini mendirikan PT Adaro Indonesia, dengan nama “Adaro” diambil dari keluarga Adaro yang memiliki pengaruh besar di dunia pertambangan Spanyol. 

        Baca Juga: Bahlil Pastikan Muhammadiyah Kelola Lahan Tambang Eks Adaro

        Selama enam tahun (1983-1989), Enadimsa memegang kendali atas operasional tambang ini. Namun, pada 1989, perusahaan tersebut melepas 80% sahamnya kepada konsorsium perusahaan Australia dan Indonesia. Konsorsium ini terdiri dari New Hope Corporation (40,8%), PT Asminco Bara Utama (40%), dan MEC Indocoal (8,2%).

        Setelah pengambilalihan tersebut, Adaro mengalami perkembangan pesat. Produksi batu bara dari tambang-tambangnya di Kalimantan meningkat hingga jutaan ton setiap tahunnya, menjadikannya salah satu pemain kunci dalam industri batu bara di Indonesia.

        Namun, kesuksesan Adaro terganggu oleh masalah kepemilikan saham pada akhir dekade 1990-an. Pada Oktober 1997, PT Asminco Bara Utama, salah satu pemegang saham mayoritas Adaro, menggadaikan 40% sahamnya kepada Deutsche Bank Singapura sebagai jaminan utang sebesar US$ 100 juta. Ketika krisis ekonomi melanda Asia, Asminco gagal melunasi utangnya pada Agustus 1998. Akibatnya, Deutsche Bank menjual saham tersebut pada tahun 2001.

        Penjualan ini dilakukan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saham tersebut dijual secara di bawah tangan kepada PT Dianlia Setyamukti dengan nilai US$ 46 juta. PT Dianlia Setyamukti adalah perusahaan yang dimiliki oleh pengusaha nasional seperti Edwin Soeryadjaya dan Garibaldi Thohir.

        Baca Juga: Alamtri Resources (ADRO) Lakukan Transaksi Afiliasi US$47,6 Juta untuk Proyek Energi Hijau

        Proses penjualan saham Adaro oleh Deutsche Bank mendapat tantangan hukum dari Beckkett Pte. Ltd., perusahaan yang memiliki hubungan dengan Asminco. Beckkett menggugat transaksi tersebut karena dianggap tidak sah, dengan alasan tidak melalui proses lelang yang seharusnya. Gugatan ini bahkan dibawa hingga ke Mahkamah Agung Singapura, namun pengadilan memutuskan menolak klaim Beckkett.

        Selama proses hukum berlangsung, saham Adaro lainnya juga beralih kepemilikan. Benny Subianto dan Garibaldi Thohir melalui PT Alam Tri Abadi membeli saham New Hope Corporation (40,8%) dan MEC Indocoal (8,2%) dengan nilai transaksi mencapai US$ 378 juta. Dengan akuisisi ini, Adaro secara resmi dimiliki sepenuhnya oleh pengusaha Indonesia.

        Pada tahun 2008, Adaro melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui proses penawaran saham perdana (IPO). Meski Beckkett sempat menggugat untuk membatalkan IPO tersebut, gugatan tersebut kembali ditolak oleh pengadilan. IPO ini menjadi tonggak penting bagi Adaro, yang kini menjadi salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: