Gelar Webinar, Warta Ekonomi Bahas Tuntas Digital Trust dan Cybersecurity
Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi menyelenggarakan webinar bertajuk Digital Trust & Cybersecurity: Membangun Pilar Keamanan untuk Pertumbuhan Bisnis pada Jumat (25/4/2025). Seminar ini membahas mengenai tantangan dalam menghadapi transformasi digital yang telah menciptakan peluang sekaligus kerentanan di berbagai industri seperti serangan siber, kebocoran data, penyalahgunaan data, pemalsuan transaksi dan kasus kejahatan lainnya yang merugikan masyarakat.
Tujuan dari seminar ini untuk berdiskusi agar mendapatkan jawaban dari otoritas, stakeholder, dan pelaku industri serta memberikan pemahaman sejauh mana penerapan efektifitas penerapan cybersecurity di Indonesia.
Di era industri 4.0 ini cybersecurity menjadi salah satu isu yang harus dihadapi, dikarenakan semakin banyaknya peralatan yang terhubung dengan internet, maka akan semakin banyak juga potensi serangan siber.
Dalam sambutannya, CEO dan Chief Editor Warta Ekonomi Group, Muhamad Ihsan, menyoroti urgensi penguatan keamanan digital. Ia memaparkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat 94,22 juta data penduduk Indonesia telah bocor dalam empat tahun terakhir.
Baca Juga: Strategi Backup Data untuk Menghadapi Ancaman Siber di Indonesia
“Sektor yang paling sering mendapatkan respon cyber adalah sektor jasa keuangan, kemudian infrastruktur kritis seperti energi, gas dan lain-lain, kemudian kesehatan dan manufaktur,” kata Ihsan di Jakarta, Jumat (25/4/2025).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Zulfadly Syam, mengungkapkan lonjakan signifikan serangan siber yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2024. Berdasarkan data yang dihimpun APJII, tercatat sebanyak 1,3 miliar serangan terjadi dalam setahun, dengan rata-rata 3,7 juta serangan per hari.
“Data-data yang kami taruh-taruh nih, kami iseng-iseng taruh di seluruh internet exchange yang ada di seluruh Indonesia, kita mendapatkan serangan totalnya itu 1,3 miliar. Jadi kalau kita lihat perharinya, ada 3,7 juta serangan,” ujar Zulfadly.
Zulfadly juga mengungkapkan bahwa sebanyak 162.879 alamat IP di Indonesia tercatat menjadi target serangan siber. Menurutnya, serangan ini terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, konektivitas internet di Indonesia menjadi faktor utama meningkatnya ancaman siber.
Baca Juga: Pemerintah Perketat Regulasi Platform Digital untuk Lindungi Anak dari Ancaman Siber
Turut hadir, Chairwoman Sobat Cyber Indonesia, Virna Lim. Ia menekankan pentingnya membangun budaya keamanan siber di tengah fokus pemerintah dalam menggerakkan roda ekonomi nasional. Menurutnya, keamanan digital merupakan fondasi penting dalam menunjang kekuatan ekonomi Indonesia, terutama di era digital saat ini.
“Untuk menjadi pembelajaran untuk kita semua adalah membangun budaya keamanan cyber. Karena ini masih banyak banget sekali kurangnya. Tentu banyak banget ya, mulai dari perusahaan, walaupun organisasi yang memang harus melayak terhadap keamanan cyber,” ujar Virna.
Ia menilai bahwa keamanan siber bukan hanya tanggung jawab teknis semata, melainkan harus menjadi budaya yang tertanam di seluruh lapisan masyarakat, termasuk para pemimpin.
“Melalui segala macem yang ada bisnis, kalau kita gak mengamankan dari segi cyber-nya, kita udah capek-capek bangun bisnis dan lain-lain, tapi datanya bocor, dan juga keamanannya di atas segala macem, itu akan berdampak sangat bahaya sekali,” tuturnya.
Selain itu, Virna juga menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) secara bijak. Menurutnya, AI dan teknologi internet hadir untuk membantu manusia, namun pemanfaatannya harus disertai kesadaran akan pentingnya perlindungan data dan sistem.
Baca Juga: Jangan Panik! Begini Cara Aplikasi Bisa Bertahan dari Serangan Siber
Lebih lanjut, Ketua Komite Tetap Bidang Pengembangan Infrastruktur Digital KADIN Indonesia, Rio Anugrah, mengungkapkan bahwa ancaman siber kini telah merambah ke seluruh sektor industri di Tanah Air. Ia menilai bahwa rendahnya kesiapan digital di berbagai perusahaan menjadi salah satu penyebab utama tingginya risiko serangan siber.
“Secara security financial platform, masih cukup rendah, jadi, mostly perusahaan tidak ada basic process-nya, tapi belum dioptimisasi dan tidak posisional,” ujar Rio.
Menurutnya, sebagian besar perusahaan belum memiliki proses keamanan digital yang matang, bahkan tidak memiliki mekanisme jelas untuk perbaikan pasca serangan.
“Biasanya kita kalau setelah kita kena attack, kemudian kita berusaha secepat mungkin untuk melakukannya lagi, setelah itu kita lupa lagi, kita pakai cinta, mengaktifkan modus, melawan sosialisasi lagi, bahwa itu ancaman-ancaman terbaik,” tuturnya.
Ia juga menyoroti kebutuhan mendesak akan tenaga profesional di bidang keamanan siber. Rio menyebut bahwa Indonesia membutuhkan sekitar 100 ribu profesional. Namun, saat ini hanya 17 persen dari jumlah tersebut yang telah bersertifikasi. Ketergantungan terhadap pemerintah dalam hal regulasi dan pelatihan masih sangat tinggi.
“ini jadi tantangan, tapi kita punya formulanya lah, kenapa jadi sulit, karena rata-rata anggaran cyber seperti itu banyak 3 sampai 12 persen dari total IT spending. IT spending-nya paling kecil di perusahaan,” urainya.
Webinar ini menegaskan bahwa transformasi digital harus diiringi dengan perlindungan cyber yang kuat. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi kunci untuk membangun ekosistem digital yang aman dan berkelanjutan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait: