Kredit Foto: Istimewa
PT Timah Tbk (TINS) menegaskan komitmennya dalam mengembangkan potensi logam tanah jarang (LTJ) sebagai bagian dari strategi hilirisasi dan peningkatan nilai tambah komoditas tambang nasional. Meskipun kandungan LTJ di wilayah operasional masih tergolong rendah, perseroan menilai sumber daya ini menyimpan peluang strategis jangka panjang.
Direktur Operasi dan Produksi PT Timah, Nur Adi Kuncoro, menyampaikan bahwa kandungan mineral monasit—turunan dari LTJ—hanya kurang dari 1% dari total material hasil pemboran yang dilakukan perusahaan. Meski komposisinya minim, potensi tersebut tetap akan dimaksimalkan.
“Jadi dalam hal ini memang distribusi, keterdapatan, ataupun komposisinya juga memang sangat minim di PT Timah, tetapi itu menjadi potensi yang harus kita tingkatkan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih bagus,” ujar Nur Adi dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, dikutip Kamis (15/5/2025).
Baca Juga: Pasca Kasus Mega Korupsi Harvey Moeis, Bos Baru PT Timah Fokus Benahi Tata Kelola
Berdasarkan kajian atas data pemboran di wilayah Bangka Belitung, potensi monasit yang berhasil diidentifikasi mencapai sekitar 25.700 ton. PT Timah akan melanjutkan proses verifikasi dan kajian untuk mengonversi data tersebut menjadi cadangan aktual yang layak ditambang.
Dari sisi komposisi, unsur logam tanah jarang yang ditemukan didominasi oleh cerium, lantanum, neodymium, iridium, dan praseodymium. Kelima unsur ini memiliki nilai ekonomi tinggi, dengan kadar kandungan dalam mineral monasit berkisar antara 3% hingga 35%.
Untuk mendukung pengembangan LTJ, PT Timah telah menetapkan Tanjung Ular, Kabupaten Bangka Barat, sebagai lokasi pilot project. Fasilitas ini tengah direvitalisasi untuk menjadi pusat riset dan pengembangan LTJ dengan target menghasilkan produk bernilai ekonomi dari mineral langka tersebut.
Baca Juga: Usai Kasus Harvey Moeis, Tambang Ilegal Meledak di Wilayah PT Timah
“Pilot project itu ada di Tanjung Ular yang berada di wilayah Kabupaten Bangka Barat yang mana ini terus kita lakukan revitalisasi agar juga mendapatkan logam tanah jarang atau REE yang bisa mempunyai nilai ekonomis dan kita juga melakukan kerja sama riset, untuk confident, daripada teknologi yang kita bisa gunakan di dalam menghasilkan logam tanah jarang tersebut,” tambahnya.
PT Timah juga memaparkan bahwa roadmap pengembangan LTJ telah berjalan sejak 2010 hingga 2024. Tahun ini, fokus diarahkan pada peningkatan efisiensi proses produksi, termasuk perbaikan proses dekomposisi, pelarutan parsial (partial dissolution), serta pemisahan unsur uranium dan torium.
“Kita juga sudah berkoordinasi, bekerja sama dengan penyuplai teknologi yang memang cukup andal di dalam hal ini,” tutup Nur Adi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: