Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Penguatan Tata Kelola Dana Haji dan Umrah Demi Pembangunan Ekonomi Umat

        Penguatan Tata Kelola Dana Haji dan Umrah Demi Pembangunan Ekonomi Umat Kredit Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki peran penting dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang inklusif, efisien, dan berkelanjutan.

        Pengelolaan dana haji yang saat ini mencapai Rp188,86 triliun (2025) oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dengan target nilai manfaat sebesar Rp12,89 triliun, mencerminkan kekuatan fiskal yang sangat potensial untuk mendorong pemberdayaan sosial dan ekonomi umat.

        Namun, sejumlah tantangan struktural dan kelembagaan masih membayangi. Tumpang tindih kebijakan antara Kementerian Agama, BPKH, dan operator haji menciptakan duplikasi fungsi serta lemahnya koordinasi.

        Di sisi lain, investasi dana haji masih terfokus pada instrumen konservatif seperti penempatan dana di perbankan syariah sebesar Rp33,76 triliun dengan imbal hasil rendah, sementara investasi langsung hanya Rp885,3 miliar dan investasi emas Rp2,36 miliar. Akibatnya, efisiensi operasional terganggu, terlebih dengan defisit operasional sebesar Rp7,5 triliun pada 2024 akibat selisih antara setoran jemaah dan total biaya operasional.

        Likuiditas BPKH pun menurun drastis, dari Rp7,2 triliun pada 2023 menjadi Rp4,36 triliun pada 2024. Ketiadaan roadmap nasional penyelenggaraan haji dan umrah jangka panjang juga menjadi kelemahan serius yang menghambat integrasi regulasi, investasi, transformasi digital, dan penguatan kelembagaan.

        Perbandingan dengan negara lain menunjukkan bahwa pengelolaan strategis dan integratif dapat membawa dampak positif. Di Malaysia, Lembaga Tabung Haji mengelola aset lebih dari RM88 miliar atau sekitar Rp300 triliun, dengan investasi yang menyebar ke sektor properti, energi, agribisnis, dan perbankan, serta memberikan dividen tahunan yang kompetitif.

        Sementara itu, Arab Saudi telah memanfaatkan digitalisasi melalui platform Nusuk dan sistem Visa Terintegrasi dalam kerangka Saudi Vision 2030 untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi pelayanan jemaah.

        Baca Juga: Sinergi Langit dan Darat, Pemerintah Buat Operasi Gabungan Jaga Haji Tetap Aman dan Nyaman

        Di Indonesia sendiri, dana haji dan umrah memiliki dampak sosial-ekonomi yang besar, mendorong pertumbuhan sektor travel, akomodasi, logistik, katering, hingga pelatihan ibadah berbasis digital. Dana ini juga mendukung penguatan sektor keuangan syariah seperti sukuk dan perbankan syariah, yang pada gilirannya meningkatkan literasi keuangan dan ekosistem sosial Islam termasuk zakat dan wakaf.

        Namun demikian, investasi dana haji di Indonesia masih belum optimal. Ketergantungan pada deposito dan investasi konservatif menyulitkan pertumbuhan manfaat yang progresif. Berbeda dengan Malaysia yang melalui perusahaan anak seperti TH Properties dan TH Plantations mampu mendorong pengembangan industri halal dan kawasan hunian Muslim, Indonesia masih belum memiliki infrastruktur kelembagaan serupa yang mumpuni.

        Dalam rangka mengoptimalkan potensi ini, CSED–INDEF menyarankan beberapa langkah strategis.

        Pertama, perlunya reformasi kelembagaan melalui pembentukan lembaga setingkat kementerian yang terintegrasi.

        Kedua, penyusunan Roadmap Haji dan Umrah 2025–2045 yang mencakup investasi, teknologi, dan kelembagaan.

        Ketiga, diversifikasi investasi ke sektor riil dan sosial, seperti rumah sakit syariah dan real estat halal. Keempat, pembentukan Dana Abadi Haji sebagai jaminan pembiayaan jemaah di masa depan.

        Kelima, peningkatan edukasi digital jemaah terutama di daerah 3T.

        Dan terakhir, membangun sinergi multipihak antara BPKH, Kemenag, OJK, Kemenkeu, MUI, dan pelaku industri haji/umrah.

        Akhirnya, pengelolaan dana haji yang baik harus diarahkan pada prinsip maqāṣid al-sharī‘ah, yakni menjaga agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan. Dana haji bukan hanya untuk keperluan ibadah, tetapi juga sebagai instrumen strategis membangun ekonomi umat melalui tata kelola yang transparan, berkelanjutan, dan kolaboratif.

        Dengan demikian, Indonesia tidak hanya menjadi penyelenggara ibadah haji yang andal, tetapi juga pemimpin dalam pengembangan ekonomi syariah global.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: