Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pakar Hukum: Legalisasi Sumur Rakyat Bertentangan dengan UU Migas

        Pakar Hukum: Legalisasi Sumur Rakyat Bertentangan dengan UU Migas Kredit Foto: SKK Migas
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar, mengatakan rencana pemerintah untuk melegalkan sumur minyak rakyat berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).

        Bisman menilai, meski niat pemerintah untuk menekan praktik ilegal dan memberdayakan masyarakat lokal patut diapresiasi, pendekatan legalisasi harus tetap mengacu pada sistem hukum yang berlaku dan memperhitungkan risiko teknis serta lingkungan.

        “Industri migas itu berisiko tinggi, memerlukan teknologi dan modal besar, serta berpotensi mencemari lingkungan secara fatal jika tidak dikelola dengan baik. Jika masyarakat dilibatkan langsung tanpa kapasitas teknis yang memadai, dampaknya bisa berbahaya,” ujar Bisman pada Warta Ekonomi, Senin (07/07/2025).

        Baca Juga: Pemerintah Andalkan Sumur Rakyat Untuk Capai Target Lifting Minyak dan Gas Naik di RAPBN 2026

        Bisman mengatakan, residu minyak yang mencemari tanah akibat praktik eksploitasi tradisional hanya bisa dibersihkan dengan proses bioremediasi yang sangat mahal. Hal ini menambah kompleksitas dan beban jika pengelolaan dilakukan secara sembarangan.

        Selain risiko teknis dan lingkungan, dari sisi regulasi, Bisman menilai bahwa skema legalisasi sumur rakyat melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2024 masih menyisakan celah hukum.

        “Sesuai UU Migas, pengusahaan migas harus dilakukan melalui kontrak kerja sama antara Badan Usaha (BU) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) dengan negara melalui SKK Migas. Nah, jika masyarakat diberi izin eksploitasi langsung, walaupun dibungkus dalam koperasi atau UMKM, ini berpotensi melanggar UU,” ujarnya.

        Menurutnya, proses eksploitasi migas legal harus melalui tahapan wilayah kerja, penetapan operator, penyusunan rencana pengembangan Plan of Development (POD), hingga persetujuan anggaran kerja dan belanja Work Plan and Budget (WPNB) oleh SKK Migas.

        Dengan begitu, semua pengeluaran dan aktivitas juga harus sesuai dengan mekanisme Cost Recovery atau Gross Split, yang tidak mungkin diikuti oleh badan usaha kecil atau komunitas lokal.

        “Kalau rakyat dibiarkan ngebor lalu hasilnya dijual ke KUD atau BUMD, ini bisa membuka ruang manipulasi. Jangan-jangan yang bermain di balik rakyat itu adalah investor besar yang menyaru atas nama masyarakat,” ujarnya.

        Meski begitu, ia tida menampik terkait rencana pengorganisasian masyarakat dalam bentuk koperasi, BUMD, atau UMKM seperti yang diatur dalam Permen ESDM sah secara kelembagaan. Namun, ia menggarisbawahi bahwa aspek teknis dan akuntabilitas lingkungan tetap menjadi hambatan utama.

        “Kalau yang mengelola adalah perusahaan besar, pemerintah bisa menuntut pertanggungjawaban atas kecelakaan atau pencemaran. Tapi kalau yang melakukan masyarakat, siapa yang bertanggung jawab?. Saya sudah lihat sendiri di Bojonegoro, kondisinya jorok sekali. Tidak tertib dan sangat membahayakan lingkungan,” ucapnya.

        Baca Juga: Bukan Solusi Jangka Panjang, Aspermigas Minta Pemerintah Stop Legitimasi Sumur Ilegal

        Sebagai alternatif, ia mendorong pemerintah untuk memperkuat sistem keadilan dalam pengelolaan migas. Artinya, masyarakat tetap bisa menerima manfaat langsung dari kekayaan sumber daya alam di wilayahnya tanpa harus menjadi pelaku eksploitasi langsung.

        “Bisa dengan skema pembagian hasil, program CSR, atau pemberdayaan masyarakat yang langsung dirasakan. Jangan sampai karena rasa ketidakadilan, masyarakat nekat mengelola sendiri dengan risiko tinggi,” tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: