Indonesia Perkuat Implementasi MRA, Buka Akses Investasi Hijau Global
Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan komitmen Indonesia dalam mengendalikan perubahan iklim melalui tindak lanjut implementasi Mutual Recognition Agreement (MRA).
Langkah strategis ini menjadi capaian penting dalam memperkuat Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sekaligus membuka peluang investasi internasional untuk mempercepat pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon (PPITKNEK) KLH/BPLH, Ary Sudjianto, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat skema perdagangan karbon nasional.
Baca Juga: SRN PPI Ditingkatkan, Indonesia Mantapkan Langkah di Pasar Karbon Dunia
“Semua stakeholder harus bekerja sama membangun skema perdagangan karbon di Indonesia guna mendukung pencapaian target NDC. Untuk itu dibutuhkan sumber daya yang besar dalam upaya pengendalian perubahan iklim tanpa mengesampingkan prioritas pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia,” ujar Ary dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (13/10/2025).
Melalui MRA, KLH/BPLH membuka peluang lebih luas bagi perdagangan karbon internasional. Namun, Ary mengingatkan pentingnya prinsip kehati-hatian.
“Perlu ada prinsip kehati-hatian dalam pengaturan perdagangan karbon agar tidak terjadi ‘anjlokan’ capaian mitigasi pada tahun 2030 nanti,” tegasnya.
Hingga kini, Indonesia telah menandatangani MRA dengan lima crediting scheme internasional, yakni Gold Standard, Global Carbon Council, Plan Vivo, Verra, dan Joint Crediting Mechanism untuk kerja sama Article 6.2 dengan Pemerintah Jepang, serta Letter of Intent dengan Puro Earth. Sebagai Designated National Authority (DNA), KLH/BPLH juga memfasilitasi implementasi skema Article 6.4 Paris Agreement bagi para project proponent di Indonesia.
Baca Juga: Etanol Umum Dijadikan Campuran BBM di Negara Maju, Dinilai Efektif Tekan Emisi Karbon
Capaian konkret terlihat dari proses transisi 14 proyek mitigasi dari skema Clean Development Mechanism (CDM) menuju Article 6.4 Paris Agreement. Selain itu, pelaku usaha juga memiliki kesempatan mendaftarkan proyek baru di bawah mekanisme tersebut.
“Kami memahami bahwa sudah banyak rekan pelaku usaha yang mengembangkan proyek mitigasi jauh sebelum tahun 2021, dan untuk itu kami menghormati proses yang sudah berjalan pada masing-masing crediting scheme,” ungkapnya.
Sebagai tindak lanjut penandatanganan MRA, KLH/BPLH akan menyusun panduan implementasi teknis setiap MRA untuk memastikan integritas tinggi dalam perdagangan karbon.
“Dalam rangka melahirkan unit karbon yang berintegritas (high integrity), tidak boleh satu pun di antara kita menimbulkan fraud yang akan merusak integritas dan citra positif Indonesia di dunia internasional,” tambah Ary.
Baca Juga: Transisi CDM Jadi Tonggak Indonesia di Perdagangan Karbon Dunia
Ary menegaskan bahwa manfaat dari implementasi NEK harus dikembalikan kepada aksi mitigasi dan adaptasi.
“Perdagangan karbon ini sifatnya adalah sebuah insentif, terutama pada aksi mitigasi yang berbasis lahan dari sektor Forestry and Other Land Use (FOLU). Hasil perdagangan karbon harus dikembalikan pada upaya mitigasi. Jika berasal dari pengelolaan hutan, maka hasilnya harus kembali ke hutan,” jelasnya.
Untuk menjaga transparansi dan meningkatkan daya saing proyek karbon nasional, KLH/BPLH mengoptimalkan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI). Sistem ini merupakan simbol transparansi negara sebagaimana dimandatkan Article 13 Paris Agreement dan telah dilaporkan ke Sekretariat UNFCCC.
SRN PPI berfungsi mencatat aksi adaptasi dan mitigasi, data emisi, sumber daya, dan kredit karbon nasional. Pemerintah kini tengah mengembangkan versi terbaru SRN PPI dengan peningkatan keamanan data, interoperabilitas sistem, serta fitur visualisasi pelaporan yang lebih mutakhir.
Baca Juga: PGNCOM Perkuat Strategi Dekarbonisasi lewat Efisiensi Energi dan Green Data Center
Pembaruan ini diharapkan memperkuat kepercayaan internasional terhadap aksi mitigasi Indonesia, menegaskan transparansi, serta memastikan lahirnya unit karbon berintegritas tinggi (high-integrity carbon) dari Indonesia untuk dunia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait: