WE Online, Jakarta - Sejak awal tahun ini sudah tiga kali Bank Indonesia memangkas suku bunga. Selain itu, bank sentral juga mengondisikan agar bunga kredit perbankan terus menurun. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dengan suku bunga lebih rendah, para pengusaha dapat mengakses kredit dengan lebih murah untuk dapat memperluas usahanya. Sementara konsumen, memiliki daya beli lebih tinggi karena mengeluarkan uang lebih sedikit untuk membeli barang. Cicilan kredit rumah misalnya, akan lebih murah.
Di sisi lain, penurunan bunga acuan ini juga berdampak penurunan bunga deposito. Padahal, deposito masih menjadi primadona sebagai sarana untuk membiakkan uang. Mereka yang biasa menikmati suku bunga deposito tinggi, lama-lama akan merasakan dampak kuncupnya bunga deposito ini. Deposito pun akan ditinggalkan, para deposan pun mencari alternatif lain.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang menawarkan investasi abal-abal dengan iming-iming bunga yang lebih tinggi dari deposito. Produknya dikemas sedemikian rupa sehingga mirip dengan produk pasar modal yang sudah dikenal luas semisal reksa dana, tetapi produk ini sejatinya sama sekali bukan reksa dana.
Banyak keanehan dari produk abal-abal ini. Misalnya saja, penawaran dilakukan secara tertutup, tidak untuk semua orang, biasanya melalui mini gathering. Selain itu, imbal hasil yang ditawarkan sangat tinggi, melebihi imbal hasil di pasaran. Ke mana dana diinvestasikan, juga tidak transparan. Bisa jadi juga, ada produk serupa dengan reksa dana saham, tetapi menawarkan imbal hasil tetap seperti investasi pada obligasi.
Nah, bagaimana caranya mengetahui apakah produk yang ditawarkan adalah produk pasar modal sungguhan atau produk abal-abal?
Direktur Marketing & Product Development Bahana TCW Investment Management Rukmi Proborini memberikan beberapa tips.
"Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk membedakan apakah tawaran investasi itu produk pasar modal sungguhan atau bukan. Hal yang harus diperhatikan itu antara lain seperti apakah imbal hasil yang ditawarkan terlalu fantastis? Apakah ada bank kustodian yang menampung dana itu? Dapat juga dilihat kredibilitas pihak yang menawarkan produk tersebut. Apakah ada transparansi ke mana dana kita ditanamkan? Apakah kita sebagai pemodal dapat memantau pergerakan harganya? Perhatikan juga siapa institusi yang mengawasi produk tersebut," ujar dia di Jakarta, Kamis (9/6/2016).
Pengawasan produk-produk investasi dan perbankan berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di laman OJK juga terdapat banyak informasi mengenai investasi di pasar modal. Jika kebanyakan jawaban adalah tidak ada atau tidak tahu, waspadalah. Jangan-jangan produk yang ditawarkan adalah investasi abal abal yang risiko tinggi. Sebaiknya, abaikan penawaran seperti itu daripada uang melayang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement