Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Uni Eropa Bakal Tercerai-berai Pasca-Putusan Brexit?

Warta Ekonomi, Jakarta -

Uni Eropa harus bekerja keras untuk mempertahankan persatuan setelah Inggris memutuskan untuk meninggalkan blok (Brexit) itu, kata Perdana Menteri Estonia Taavi Roivas, Jumat (24/6/2016).

"Kita harus menarik kesimpulan untuk seluruh Eropa dari referendum Inggris dan bekerja keras agar kita tidak kehilangan kesatuan Uni Eropa," kata Roivas dalam sebuah pernyataan.

Dalam pernyataan yang sama, Menteri Luar Negeri Marina Kaljurand mengatakan keputusan keputusan akhir Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa kemungkinan akan memakan waktu beberapa tahun.

"Penentuan hubungan masa depan bahkan (akan) memakan waktu lebih lama," tambahnya.

Hasil jajak pendapat atau referendum hampir memastikan Inggris keluar dari Uni Eropa. Dengan demikian, Inggris akan menjadi negara pertama yang meninggalkan Uni Eropa sejak negeri Ratu Elizabeth II ini bergabung pada 1973, kala itu masih bernama EEC (European Economic Community). Menurut laman BBC, Jumat, proses pemisahan itu bisa memakan waktu minimal dua tahun.

Selain itu, Perdana Menteri David Cameron harus memutuskan menggunakan Pasal 50 Perjanjian Lisbon, yang akan memberikan waktu dua tahun bagi Inggris untuk bernegosiasi. Pasal 50 juga menyebutkan bahwa suatu negara tidak dapat bergabung kembali ke dalam Uni Eropa tanpa persetujuan dari semua negara anggota.

Namun, bagi kelompok pro-Brexit, Boris Johnson dan Michael Gove, Cameron tidak perlu terburu-buru untuk memutuskan. Mereka justru ingin adanya perubahan sesegera mungkin sebelum Inggris benar-benar meninggalkan Uni Eropa.

Pemerintah juga diminta bernegosiasi dengan Uni Eropa soal hubungan perdagangan di masa depan serta memperbaiki kerja sama perdagangan dengan negara-negara non-Uni Eropa. Sementara itu, pasar finansial dunia turun seiring hasil referendum Inggris untuk keluar dari Uni Eropa, dengan 51,8 persen lebih banyak warga Inggris yang memilih keluar dari Uni Eropa.

Mata uang sterling menderita penurunan terbesar hingga 10 persen terhadap dollar AS, posisi terendah sepanjang 31 tahun terakhir, yang mengekspresikan ketakutan masyarakat akan dampak keputusan keluar dari Uni Eropa pada perekonomian terbesar kelima dunia tersebut. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: