Pertumbuhan industri manufaktur terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun pasca-krisis 1998. Padahal bila diibaratkan jantung, industri manufaktur adalah detak pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhannya dari tahun ke tahun terus menurun.
Berdasarkan catatannya, pada 2015 pertumbuhan sektor manufaktur dari kuartal I sampai IV berturut-turur 4,0%, 4,1%, 4,5% dan 4,4%. Sedangkan pada 2016 kuartal I 4,6%, kuartal II 4,7%. Kemudian pada kuartal III hanya bertumbuh 4,6% dengan kontribusi terhadap PDB hanya 19%.
Oleh sebab itu, untuk menggenjot kembali pertumbuhannya, pemerintah perlu memberikan insentif bagi industri manufaktur salah satunya dengan menurunkan harga gas industri. Sejauh ini harga gas industri berkisar 9-12 dolar AS per MMBTU, jauh lebih tinggi bila dibandingkan negara tetangga yang hanya mencapai 4-6 dolar AS per MMBTU.
Sekjen Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat meyakini apabila rencana penurunan harga gas terjadi di akhir tahun ini, maka pertumbuhan industri manufaktur dapat lebih tinggi lagi di tahun depan.
"Ada optimisme baru kalau kebijakan penurunan harga gas di sektor pupuk, petrokimia dan baja terjadi di November, itu cukup besar pengaruhnya bagi industri manufaktur.? Kemudian juga industri smelter akhir tahun ini atau tahun depan," ujar dia saat konferensi pers Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia di Surabaya, Jumat (25/11/2016).
Dia memprediksi apabila kebijakan penurunan harga gas industri tersebut berjalan, maka pertumbuhan industri manufaktur di tahun depan depan tumbuh sebesar 5 persen.
"Jadi kami optimis dari triwulan II 4,71% ajank lebih baik lagi dengan kebijakan-kebijakan itu 5% sih harusnya terjadi di tahun depan," ucapnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah meminta para menterinya terkait penurunan harga gas harus bisa dilaksanakan pada akhir tahun ini.
"Yang berkaitan dengan harga gas, saya sudah diberikan angka-angka oleh Menko (Menteri Koordinasi), oleh menteri. Saya hanya mendorong penurunan harga gas itu harus betul-betul dilakukan dan terjadi di akhir tahun ini," kata Presiden saat menjadi pembicara kunci dalam Kompas 100 CEO Forum di Jakarta, Kamis (24/11/2016).
Penurunan harga gas industri ini telah dibahas dalam Rapat Terbatas yang dipimpin Presiden pada 4 Oktober 2016 lalu. Presiden meminta penurunan harga gas tersebut agar industri dalam negeri bisa bersaing dengan negara lain.
Jika Indonesia tidak dapat menyesuaikan harga gas untuk industri yang banyak dipakai untuk sektor industri petrokimia, industri keramik, industri tekstil, industri pupuk dan industri baja, Jokowi mengkhawatirkan produk dalam negeri menjadi kurang kompetitif.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement