Dipecatnya Patrialis Akbar setelah terbukti melanggar kode etik dan pedoman hakim konstitusi telah membuat pincang Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghadapi permohonan sengkata hasil pilkada serentak 2017.
Memang MK masih bisa memutus, karena berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, Mahkamah Konstitusi pada dasarnya memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno MK dengan sembilan orang hakim konstitusi, akan tetapi kecuali dalam keadaan luar biasa dengan tujuh orang hakim konstitusi.
Namun demikian, MK meminta Presiden Joko Widodo untuk segera mengisi lowongan hakim konstitusi kosong tersebut karena MK ingin bekerja secara "full team" (kekuatan penuh) saat memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan sengketa Pilkada 2017 yang berjumlah 49 gugatan.
"Saya menyampaikan ke Presiden agar berkenan menyeleksi sebaik-baiknya tapi juga secepat-cepatnya," kata Ketua MK Arief Hidayat saat mengantarkan surat rekomendasi pemberhentian sementara Patrialis Akbar kepada Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (7/2).
Ketua MK berharap timnya kembali menjadi "full team" lagi, saat menghadapi kebutuhan khusus, yakni menghadapi gugatan sengketa hasil pilkada.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkapkan Presiden telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai penunjukkan panitia seleksi (Pansel) Hakim MK yang beranggotakan mantan Wakil Ketua MK Harjono (sekaligus ketua), pengacara dan aktivis hak asasi manusia (HAM) Todung Mulya Lubis, pakar hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Ningrum Natasya Sirait, Hakim Konstitusi 2003-2009 Maruarar Siahaan serta Komisioner Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta.
Pratikno berharap pansel hakim MK mulai bekerja untuk mencari hakim untuk menggantikan Patrialis.
"Dicari yang terbaik, yang ahli di bidang hukum tentu saja, kemudian punya integritas yang tinggi, memberikan kontribusi signifikan untuk reputasi dan kewibawaan MK dan tentu saja tugas paling utama adalah menegakkan konstitusi, pemerintah maunya itu," kata Pratikno di Kantor Presiden Jakarta, Rabu (22/2).
Pratikno menegaskan para anggota pansel yang dipilih tersebut merupakan orang yang memiliki kualitas dan integritas karena Presiden Joko Widodo ingin mulai dengan membentuk pansel yang kredibel sehingga dapat memberikan kepercayaan masyarakat karena yang dibentuk ini orang-orang yang ahli di bidang hukum dan harus negarawan.
Pemerintah pun menyerahkan sepenuhnya nama calon hakim kepada Pansel, termasuk latar belakang pekerjaannya dan berharap bekerja cepat karena MK membutuhkan kelengkapan hakim untuk mengadili gugatan hasil pilkada.
Pansel MK telah membuka pendaftaran calon hakim konstitusipada 22 Februari hingga 3 Maret 2017 dan beberapa syarat serta ketentuan calon, antara lain warga negara Indonesia, berijazah doktor dan magister dengan dasar strata satu (S-1) yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum, berusia paling rendah 47 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada tanggal 1 April 2017, dan tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Anggota Pansel MK Maruarar Sirait berharap para calon hakim konstitusi yang memiliki integritas untuk ikut mendaftar sekaligus berkontribusi dalam seleksi MK itu.
Untuk mencari orang yang memiliki integritas ini, mantan hakim konstitusi ini menyebut pansel akan mempelajari gaya hidup kandidat calon hakim konstitusi tersebut.
"Nanti yang kami perhatikan itu dari `life style` dari seorang calon bisa diketahui kecenderungannya. Gaya hidupnya bagaimana bisa diperhatikan, misalnya perbandingan antara `income` dengan kebiasaan hidup `kan bisa terlihat," kata anggota Pansel MK Maruarar Sirait di kantor Sekretariat Negera (Setneg) Jakarta, Selasa (28/2).
Maruarar optimistis akan hadir para calon hakim konstitusi yang betul-betul berminat dan memenuhi syarat.
Maruarar juga mengundang para politikus yang memiliki jiwa kenegaraan dan berintegritas ikut bersaing dalam seleksi hakim konstitusi yang akan menjabat lima tahun, yakni 2017-2022, karena tidak ada larangan sebab pendaftaran ini suatu hal yang terbuka dan pihaknya bersikap nondiskriminatif.
Pansel juga akan meminta pendapat Komisi Pemberansan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaski Keuangan (PPATK), Komisi Yudisial, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mengetahui rekam jejak para calon.
Terkait calon yang memiliki latar belakang politik, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie tidak mempermasalahkan calon hakim konstitusi yang memiliki latar belakang politikus, namun perlu dibuat aturan khusus.
Jimly berharap Pansel MK meniru seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempunyai syarat minimal lima tahun saat melepas jabatan struktural partai politik.
Bahkan Jimly tidak setuju jika hakim MK disyaratkan sama sekali tidak boleh berlatar belakang politik karena dunia politik adalah salah satu hal yang membuat seseorang memiliki sifat kenegarawanan.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengatakan latar belakang akademisi belum menjamin 100 persen berintegritas dan seorang berlatar belakang politikus setelah jadi hakim, dia bukan politikus lagi.
Pendaftaran Ditutup Setelah pendaftaran ditutup, Ketua Pansel MK Harjono mengungkapkan para calon yang lolos seleksi administrasi hakim konstitusi akan diumumkan pada 10 Maret 2017 kepada publik.
Harjono berharap agar orang yang terpilih nanti dapat menjaga rekam jejak hingga selesai menjabat sebagai hakim MK.
"Nanti ada wawancara dan akan kami buka dan undang secara terbuka siapa saja agar biar transparan. Kalau nanti pansel memutuskan nama nama tertentu dikirim ke Presiden jangan sampai yang dikirim tidak diketahui masyarakat," tambah Harjono.
Harjono mengatakan masyarakat juga dapat memberikan laporan mengenai kandidat yang sudah lolos seleksi administrasi ke pansel.
Harjono berharap KPK juga ikut membantu menelusuri rekam jejak kandidat hakim MK karena sangat penting untuk memilih seorang pejabat yang berintegritas baik.
Mantan hakim MK ini tidak ingin MK kembali terjerembab ke titik paling rendah lagi karena sudah ada dua hakim MK yang mengalami persoalan integritas, yaitu mantan Ketua MK Akil Mochtar dan Patrialis Akbar yang dua-duanya diamankan KPK karena menerima suap dari orang yang berperkara.
"Jadi kita tidak main-main untuk mendapatkan mereka yang patut karena integritasnya," kata Harjono.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement