Memulai usaha tidak selalu membutuhkan modal besar untuk bisa sukses. Kerja keras dan kesabaran merupakan modal yang lebih berharga ketimbang materi. Prinsip itulah yang dipegang oleh Muhammad Yusuf Madeamin, peternak ayam asal Sulawesi Selatan?yang berhasil mengembangkan bisnis unggasnya dengan omzet miliaran rupiah. Tidak ada yang menyangka kesuksesan tersebut berawal dari modal tabungan hasil kerja serabutan sebesar Rp3 juta-an.
Yusuf mulai terjun ke bisnis unggas sejak 1992 setelah sekitar empat tahun bekerja serabutan di berbagai bidang. Setelah lulus dari Jurusan Sejarah dan Arkeologi Universitas Hasanuddin, Yusuf mencoba peruntungan dari bisnis jual-beli beras dari desa ke kota menggunakan mobil pick-up. Namun, usahanya itu tidak berjalan lancar. Ia pun beralih ke jasa konstruksi dan sempat berjualan karung serta ikan kering. Lagi-lagi, usahanya tersebut kurang membuahkan hasil.
Yusuf lantas melirik usaha beternak ayam lantaran pada awal 1990-an, usaha tersebut kurang diminati kebanyakan orang.
"Tabungan dari pekerjaan serabutan sekitar Rp3 juta itulah yang saya gunakan untuk beternak ayam. Tentunya harus memulai dari nol dan hanya berskala kecil karena waktu itu tidak ada bank yang mau pinjamkan dana. Alhamdullilah, buah kesabaran itu sudah menghasilkan omzet miliaran rupiah," kata Yusuf saat ditemui Warta Ekonomi di Makassar, Sabtu?(11/3/2017).
Bisnis unggas milik Yusuf tidak sebatas menjual daging ayam, tapi juga telur ayam. Usahanya pun berkembang mulai dari perorangan menjadi UD Inti Tani Utama dan kini sudah berbentuk PT Inti Tani Satwa. Perusahaannya itu bergerak di bidang perdagangan dan peternakan dengan jangkauan meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Kantornya berpusat di Kabupaten Maros. Khusus di Sulsel, populasi ayam yang diternak Yusuf berkisar 60 ribu ekor untuk setiap kali masa panen.
Harga daging ayam di tingkat kandang dijual Yusuf bergantung mekanisme pasar. Range harganya berkisar Rp13 ribu-19 ribu per kilogram. Saat ini harga daging ayam diakuinya anjlok dan hanya dibanderol Rp13 ribu per kilogram yang membuatnya terancam merugi. Ia menilai fluktuasi harga merupakan hal yang lumrah dalam bisnis perunggasan. Tantangan lebih berat pernah dihadapi dan berhasil dilaluinya, seperti tatkala wabah flu burung menyerang dan krisis monoter.
Ia?mengimbuhkan pihaknya kini berfokus melakukan pengembangan bisnis. Terlebih, lima dari sembilan anaknya sudah dipersiapkan sebagai generasi kedua. Cita-citanya yakni membangun pabrik untuk pengembangan bisnis unggas. Untuk sekarang, ia?menuturkan pengembangan bisnisnya dibantu dengan pendanaan dari BRI dan BNI. Selain itu, pihaknya bermitra dengan perusahaan integrator besar, seperti Jafpa Comfeed, Charoen Pokphand, Malindo Feedmil, dan Wonokoyo Jaya Corporindo.
Untuk pemasaran daging ayam dan telur ke konsumen, Yusuf masih mengandalkan pedagang perantara alias bakul. Menurutnya, keberadaan pedagang perantara sangat diperlukan lantaran merekalah ujung tombak pemasaran bisnisnya di luar dari puluhan pekerja tetap maupun pekerja kontrak PT Inti Tani Satwa.
"Saya tetap gunakan bakul sekaligus untuk berbagi rezeki. Lagi pula, mereka juga memiliki risiko tinggi sebelum sampai ke pasar-pasar maupun rumah makan," ucap dia.
Yusuf mengaku belum berminat untuk menggunakan strategi pemasaran online. Pasalnya, dalam bisnis unggas yang paling penting adalah menjaga kepastian pasar. Ia enggan coba-coba beralih ke sistem digitalisasi. Toh, melalui pedagang perantara pihaknya memiliki pelanggan pasti yang selalu siap menerima pasokan daging ayam dan telur. Pedagang perantara itu pula yang membentuk pasar dari bisnisnya dengan mencari potensi-potensi lainnya di wilayahnya.
"Untuk pemasaran online memang belum saya lakukan karena ada bakul yang telah memiliki pelanggan pasti. Kami sebatas menjaga komunikasi dengan pelanggan seperti pedagang di pasar dengan cara memastikan pasokan aman setiap hari. Kan, yang namanya pedagang tidak suka kalau tiba-tiba stoknya kosong karena mereka harus jualan setiap hari," urai pria berdarah Bugis itu.
Disinggung mengenai manajemen risiko dari bisnis unggasnya, Yusuf mengaku belum mengasuransikan puluhan ribu ternaknya. Toh, tidak ada perusahaan asuransi yang bersedia menanggung klaim atas bisnis unggas. Untuk saat ini saja dalam program pemerintah terkait asuransi usaha ternak hanya berfokus pada sapi.
"Bisa bangkrut (perusahaan) asuransi untuk bayarkan klaim bila ayam-ayamku mati. Yang ada hanya penjaminan resi gudang dan itu dilakukan pabrik," ucap dia.
Yusuf mengharapkan pemerintah bisa lebih peduli terhadap kelangsungan bisnis unggas. Salah satu caranya yakni dengan memberikan kemudahan bagi peternak unggas pemula untuk mengembangkan usahanya. Yusuf yang memulai bisnis unggas dari nol mengaku pernah merasakan sulitnya pengembangan usaha karena pemerintah dan perbankan tidak terlalu melirik bidang perunggasan. Alasannya klasik yakni bisnis unggas berisiko tinggi.
"Harapan saya pemerintah atau perbankan memberikan stimulus agar generasi muda kita lebih mudah untuk berwirausaha. Terlebih, untuk pemain lokal dalam bisnis unggas masih belum begitu banyak. Generasi muda ya jangan hanya bermimpi untuk jadi pegawai," tutur dia.
Menurut Yusuf, terjun ke bisnis unggas tidak hanya mendatangkan untung, tapi juga pahala besar. Seperti halnya guru yang mewakafkan diri dalam mengajar untuk mencerdaskan anak bangsa, peternak pun demikian. Hanya jalannya yang berbeda di mana peternak mewakafkan diri untuk menyediakan makanan berkualitas dan bergizi untuk anak bangsa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement