Badan Pemeriksa Keuangan akan meningkatkan aktivitas tim khusus investigasi agar dapat memberikan hasil yang nyata kepada publik. Demikian salah satu butir pembahasan dalam acara diskusi pimpinan BPK dengan para pimpinan media nasional (termasuk wartaekonomi.co.id) pada Selasa (11/10/2017) di Jakarta. Menurut Agus Joko Pramono, Anggota II BPK, tim yang dibentuk pada tahun 2016 ini dimotori oleh auditor-auditor BPK eselon I. "Dengan adanya tim ini, diharapkan visi BPK ?untuk menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat? dapat tercapai," tambahnya.
Selama ini, lanjut Agus, memang banyak ketidaksinkronan antara masyarakat dengan BPK dalam menyikapi laporan-laporan yang dikeluarkan BPK. "Misalnya, ketika BPK mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), itu belum berarti di lembaga tersebut tidak ada korupsi,? lanjut Agus. Menurut dia, WTP hanya menunjukan bahwa secara administratif, laporan keuangannya sudah dijalankan secara tertib. "Korupsi masih bisa terjadi, misalnya, apabila antara oknum lembaga yang bersangkutan bekerjasama dengan para suplier-nya," ujar Agus. Agus mencontohkan, apabila ada lembaga yang melakukan pembelian barang fiktif, pihaknya akan mengecek ke toko yang bersangkutan. Apabila toko yang bersangkutan menyatakan catatan itu benar maka langkah pertama sudah dianggap betul.?
Tak heran kalau dalam kasus e-KTP banyak pihak juga yang bingung akibat opini BPK. Dalam persidangan kasus e-KTP yang diduga merugikan negara Rp2,3 triliun, misalnya, mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengatakan, audit BPK terhadap proyek e-KTP selalu bagus. Walaupun ada gugatan karena dianggap sekongkol dalam proses tender, tuduhan itu tidak terbukti. Oleh karena itu, dia melanjutkan proyek e-KTP. Tiga tahun diperiksa BPK, tidak pernah BPK katakan kerugian negara," ujar Gamawan saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, pada Maret lalu, sebagaimana ditulis Kompas.com.
Dalam kesempatan lain, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan menyebutkan, sekitar tahun 2011-2012, BPK sebenarnya telah melihat adanya indikasi pelanggaran terkait anggaran proyek e-KTP. Namun, setelah ada transaksi pengadaan e-KTP, selanjutnya dianggap tidak ada masalah. "Kalau BPK sejak awal sudah mewaspadai ini dan kemudian tegas, ya enggak akan jadi korupsi jumbo seperti sekarang. Ini kan multiyears," ujar Adnan dalam Kompas.com.
Agar di masa depan BPK dapat lebih berkontribusi, Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara, mengatakan akan menerima lebih banyak masukan dan melakukan komunikasi publik yang lebih baik. "Kendati ada berbagai kasus, selama 12 tahun ini kondisi keuangan negara berangsur-angsur membaik," ujar Moermahadi. "Dari kasus-kasus yang terindikasi ada tindakan pidana, sebanyak 97% ditindaklanjuti oleh aparat hukum," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhamad Ihsan
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait:
Advertisement