Ketua Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Pendeta Merry Kolimon meminta para Calon Gubernur-Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur agar tidak menjadikan isu perbedaan SARA sebagai amunisi untuk menyerang lawan politik saat berkampanye.
"Para calon kepala daerah jangan mengekspolitasi isu SARA menjadi amunisi untuk berkampanye, itu sangat merusak keutuhan hidup bermasyarakat," kata Pendeta Merry Kolimon di Kupang, Sabtu (17/2/2018).
Ia mengatakan masa tahapan kampanye politik Calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT yang mulai digelar pada 15 Februari 2018 dan akan berlangsung selama 129 hari sesuai aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurutnya, kampanye politik di masa lalu belum benar-benar menjadi ajang pendidikan politik yang baik, karena banyak calon kepala daerah justeru mengekploitasi isu SARA untuk menarik simpati masyarakat.
Akibatnya, masyarakat semakin terpuruk menjadi pemilih emosional, bukan rasional, katanya.
Pendeta Merry Kolimon menaruh harapan besar dari para calon pemimpin bersama partai politik pengusungnya yang bertarung di Pilgub NTT agar berpraktik politik yang bersifat edukatif dan mencerdaskan masyarakat.
"Pendidikan politik bisa terjadi jika para calon kepala daerah melakukan kampanye cerdas, memaparkan visi, misi, strategi pembangunan dengan baik," katanya.
Ia juga meminta para calon bersama tim agar menggunakan media sosial untuk menjelaskan visi, strategi, dan program, bukan untuk menyerang pihak lain apalagi dengan kampanye hitam.
Lebih lanjut, Merry Kolimon juga mengajak masyarakat untuk bersikap kritis bahwa setiap proses politik mestinya menjadi pembelajaran berdemokrasi.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat agar tidak terjebak pada berita-berita yang belum tentu benar serta menilai para calon pemimpin dari latar belakang kinerjanya.
"Jangan terbuai dengan politik uang, pilihlah pemimpin yang ugahari (hidupnya sederhana) dan visinya jelas untuk kesejahteraan rakyat," katanya menegaskan.
Sejalan dengan itu, Ketua KPU NTT Maryanti Luturmas Adoe juga meminta para pasangan calon gubernur-wakil gubernur mengutamakan kampanye edukatif sebagai bagian dari pembelajaran politik kepada masyarakat setempat.
"Kita harus menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan dalam masyarakat," katanya dan mengharapkan agar kampanye hendaknya dilakukan secara tertib, sopan, bijak dan beradab, serta tidak bersifat provokatif.
Ia mengingatkan bahwa jajaran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) setempat akan terus melakukan pengawasan dalam setiap kampanye pasangan calon dan timnya.
Putri mantan Wali Kota Kupang Danie Adoe itu mengatakan jika terjadi pelanggaran, ada sejumlah sanksi yang diberikan kepada pasangan calon kepala daerah tersebut.
"Sanksi itu berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan kampanye, penarikan bahan kampanye, penurunan alat peraga, penghentian penayangan iklan kampanye, sanksi pidana, hingga pembatalan pasangan calon tergantung pada jenis pelanggaran," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: