Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Warga Pertanyakan Keberadaan Tol Air Pagarsih

Warga Pertanyakan Keberadaan Tol Air Pagarsih Salah satu sudut kota Bandung | Kredit Foto: Vicky Fadil
Warta Ekonomi, Bandung -

Warga Kelurahan Cibadak, Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung mempertanyakan keberadaan proyek tol air Pagarsih yang diduga menjadi penyebab banjir yang terjadi di wilayahnya.

Ketua RT 02 Kelurahan Cibadak, Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung, Atik Hidayat, mengatakan banjir yang menerjang wilayahnya pada Sabtu (21/4/2018) malam merupakan kejadian terbesar setelah berpuluh-puluh tahun ia mendiami kawasan tersebut. Akibat banjir itu, menurutnya, 55 kepala keluarga di RT 02 terdampak dan harus rela barang berharganya rusak.

"Baru kali ini banjir mencapai ketinggian dua meter. Walaupun sering banjir, tapi tidak seperti ini," kata Atik saat ditemui dikediamannya di Gang Haji Safari RT 01 Bandung, Minggu (22/4/2018).

Menurut dia, wilayahnya masuk dalam lintasan Sungai Citepus. Sungai Citepus ini bermuara di Sarijadi melewati Pasteur, kemudian menuju Pagarsih, dan bermuara ke Sungai Cikapundung.

Sebelum adanya tol air, banjir biasanya meluap di sekitaran Pagarsih. Pemerintah kota kemudian membuat tol air di Pagarsih yang awalnya didesain untuk menampung sementara luapan air dari Sungai Citepus untuk kemudian dialirkan apabila debit air sudah turun.

Namun, optimalisasi tol air tersebut justru dipertanyakan warga Cibadak yang menduga menjadi penyebab banjir di hilir. Menurut Atik, sebelum adanya tol air, ketinggian banjir di wilayahnya hanya beberapa senti. Namun, setelah berdirinya tol air, justru musibah yang lebih besar malah terjadi diwilayahnya.

"Dulu pernah banjir, tapi tidak separah sekarang, ini karena tol air. Dulu, air Citepus itu tertahan di Jalan Pagarsih. Sekarang sungainya diperlebar agar air tak menggenang di jalan, tapi kita jadi korban di sini," kata dia.

Menurutnya, sebelum adanya tol air, banjir di Pagarsih meluap ke beberapa daerah. Namun, setelah proyek itu selesai, semua air diluapkan ke Sungai Citepus.

Namun begitu, kata dia, pembangunan tol air itu tidak diimbangi dengan normalisasi di hilir sungai, atau wilayah yang ada di bawah Pagarsih.

"Jadi Pagarsihnya dibenerin, tapi di bawahnya enggak, sama aja bohong. Jadi, kayak mindahin banjir, bukan mengatasi banjir," kata dia.

Senada dengan Atik, salah satu warga Pagarsih, Dedi Kurnia, mengatakan proyek tol air tidak berdampak terhadap banjir yang sering menerjang kawasan tersebut.

Meski telah dibangun, kata dia, ketika hujan besar terjadi di hulu, Pagarsih masih saja digenangi banjir.

"Jadi, artinya proyek tol air itu sia-sia, 'kan? Banjir mah tetep aja ada," kata dia. (FNH/Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: