Revisi terhadap program Upaya Khusus (Upsus) diharapkan mampu meningkatkan produksi jagung nasional. Sejak Upsus diterapkan pada 2015 lalu, produksi jagung cenderung stagnan dan tidak mengalami peningkatan jumlah produksi yang signifikan. Upsus adalah pemberian benih jagung hibrida secara gratis kepada petani.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, Upsus memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya tidak adanya klasifikasi pasar jagung penerima bantuan benih. Pasar dibentuk oleh jaringan pembeli, penjual, dan pelaku pasar lain yang bertemu untuk melakukan transaksi produk dan jasa.
"Kekuatan pasar jagung diklasifikasikan berdasarkan tiga komponen utama, yaitu inti pasar yang terdiri dari penjual dan pembeli, penerapan praktik budi daya pertanian yang baik saat proses tanam dan pascapanen, serta faktor pendukung lain seperti irigasi, modal, dan infrastruktur," ungkap Imelda dalam rilisnya kepada redaksi Warta Ekonomi.
Berdasarkan komponen di atas, pasar jagung seharusnya diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu pasar jagung kuat, pasar jagung semi-kuat, dan pasar jagung lemah. Beberapa ciri dari pasar jagung kuat adalah 100% dari total petani jagung menanam jagung hibrida, sekurang-kurangnya 80% petani menggunakan benih jagung hibrida dengan potensi hasil minimum sebesar 9 ton per hectare dan mereka memiliki tujuan komersial dengan cara menjual hasil panen jagungnya.
Sementara itu, ciri-ciri pasar jagung semi-kuat di antaranya terdapat sekurang-kurangnya 20% dari total petani jagung yang menanam jagung hibrida. Lalu 80% lainnya masih menanam jagung secara tradisional. Kemudian sebanyak 90% petani jagung hibrida menggunakan benih dengan potensi hasil hingga 5 ton per hektar dengan tujuan menanam jagung untuk konsumsi pribadi dan dijual.
Terakhir adalah pasar jagung lemah yang memiliki ciri-ciri di antaranya hanya memiliki sekitar atau kurang dari 10% petani yang menanam jagung, tidak ada petani yang menanam jagung hibrida dan tujuan menanam jagung hanya untuk konsumsi pribadi.
"Pemerintah seharusnya mengklasifikasikan pasar jagung dengan merevisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 3 tahun 2015. Dengan adanya klasifikasi ini, pemerintah bisa menilai kekuatan pasar jagung yang ada di daerah-daerah dan mengidentifikasi daerah mana yang paling membutuhkan program UPSUS," terang Imelda.
Imelda memaparkan, pasar yang paling efektif untuk menerima bantuan benih jagung Upsus adalah pasar jagung semi-kuat. Walaupun begitu, penerapannya harus disertai dengan evaluasi dan diikuti dengan peningkatan kapasistas untuk petani. Daerah-daerah yang termasuk dalam kategori pasar semi-kuat adalah Sumenep dan Sampang di Jawa Timur.
Sementara bagi pasar lemah, penerapam Upsus sebaiknya tidak diberlakukan. Pemerintah daerah sebaiknya menganalisis potensi pasar dulu untuk mengetahui apakah komoditas jagung bisa berkembang atau tidak di daerah tersebut. Aceh Selatan di Aceh, Garut di Jawa Barat, dan Jayapura di Papua adalah daerah-daerah yang termasuk dalam pasar lemah.
Pada pasar kuat, Upsus sebaiknya dihentikan. Petani jagung di pasar kuat tergolong mandiri karena keterlibatan sektor swasta. Mereka sudah mampu membeli benih yang kualitasnya jauh lebih baik. Daerah yang termasuk pasar jagung kuat antara lain Dompu di Nusa Tenggara Barat, Gorontalo Utara di Gorontalo, dan Jember di Jawa Timur.
Pemerintah juga perlu merevisi panduan teknis budi daya jagung agar alokasi distribusi tidak didasarkan pada kuota produsen. Kementan menetapkan alokasi distribusi benih sebesar 65% untuk benih produksi pemerintah (Balitbangtan dan produsen lain yang sudah mendapatkan lisensi Balitbangtan) dan 35% untuk benih produksi perusahaan swasta.
Selain itu, pemerintah harus membuat mekanisme permintaan varietas benih agar benih yang dibagikan sesuai dengan kebutuhan petani. Dengan mekanisme ini, lanjut Imelda, diharapkan ada kerja sama dengan pihak swasta sebagai penyedia benih.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (Kementan), jumlah produksi jagung nasional pada 2015 mencapai 19,6 juta ton. Pada 2016 dan 2017 jumlahnya meningkat tipis menjadi 19,7 juta ton dan 20 juta ton.
Jumlah ini belum bisa mengimbangi jumlah konsumsi nasional jagung yang terus meningkat. Jumlah konsumsi jagung nasional pada 2015 sekitar 23,3 juta ton. Ada sedikit penurunan pada 2016 menjadi 22,1 juta ton. Jumlah ini kembali naik menjadi 23,3 juta ton pada 2017.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: