Berpacu jalur di sungai Kuantan, jalur didayung si anak negeri
Festival Pacu Jalur kita semarakkan, wujud budaya negeri yang menjadi tradisi
Akhirnya dengan mengucapkan Bismillahirohmanirohim saya buka Festival Pacu Jalur 2018 ini.
Sebait pantun yang disampaikan oleh Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, tersebut menjadi penanda dimulainya Festival Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Festival Pacu Jalur ini merupakan perlombaan mendayung perahu di Sungai Kuantan. Perahu tersebut terbuat dari kayu pohon sepanjang 40 meter yang didayung oleh 40 orang atau anak pacuan. Perahu panjang inilah yang disebut sebagai Jalur oleh masyarakat setempat. Festival yang diikuti sebanyak 182 tim jalur ini berlangsung dari tanggal 28 Agustus hingga 1 September 2018.
Ribuan masyarakat tumpah-ruah memadati arena pacu jalur di sepanjang Tepian Narosa Sungai Kuantan. Sorak-sorai penonton bergemuruh sesaat dentuman meriam mesiu dinyalakan sebagai pertanda pertandingan dimulai. Setiap orang terlihat fokus mendukung jalur andalannya sambil memegang undian pacu atau secarik kertas bertuliskan nama-nama jalur lengkap dengan asal wilayahnya yang siap bertanding.
Selain sebagai acara pertandingan olahraga, Pacu Jalur mempunyai daya tarik magis tersendiri. Festival ini dalam wujudnya merupakan hasil budaya dan karya seni khas yang merupakan perpaduan antara unsur olahraga, seni, dan olah batin. Masyarakat sekitar sangat percaya bahwa keberadaan pawang atau dukun perahu sebagai olah batin menjadi salah satu penentu kemenangan. Keyakinan magis ini dapat dilihat mulai dari persiapan pemilihan kayu, pembuatan jalur, penarikan jalur, hingga acara perlombaan dimulai yang selalu diiringi oleh ritual-ritual magis.
Sejarah Pacu Jalur
Awalnya jalur merupakan alat transportasi sehari-hari masyarakat di sekitar Sungai Kuantan. Seiring berkembangnya zaman, jalur mulai menjadi identitas sosial masyarakat. Jalur pun dihias dengan ukiran yang indah di selembayungnya. Lama-kelamaan, keberadaannya semakin menarik perhatian. Sebab jalur juga menjadi kreasi seni masyarakat. Barulah kemudian jalur mulai dipertandingkan kecepatannya melaju di sungai melalui sebuah lomba Pacu Jalur.
Sebelumnya Pacu Jalur digelar untuk memperingati hari-hari besar Islam. Sejak Belanda masuk ke Indonesia, Pacu Jalur diadakan untuk memeriahkan pesta rakyat dan perayaan adat di hari ulang tahun Ratu Wilhelmina, setiap tanggal 31 Agustus. Meski sempat ditiadakan pada zaman penjajahan Jepang, Pacu Jalur digelar kembali untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap bulan Agustus. Pacu Jalur saat ini sudah menjadi kalender pariwisata nasional.
Nilai Budaya Tinggi
Pemangku Adat Kuansing, Edyanus Herman Halim, menceritakan selain mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi, Pacu Jalur juga menjadi alat pemersatu masyarakat. Aspek kegotongroyongan dalam Pacu Jalur merupakan cerminan kebersamaan rakyat dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan.
"Budaya ini tidak datang dari mana-mana, namun tercipta dari adat dan kebiasaan masyarakat sekitar. Ketika masyarakat bermain dengan alam, bergelut dengan keramah-tamahan lingkungan, kemudian diaktualisasikan sebagai olahraga yang berbudaya. Budaya yang merengkuh tahta, merengkuh tingkah anak cucu kemenakan dalam membangun kebersamaan bagi kesejahteraan anak negeri," ungkap Edyanus yang juga bergelar Datuk Bisai ini.
Nilai utama yang bisa dipetik dari Pacu Jalur ini adalah pembagian peran yang harmoni dan saling mendukung untuk mendapatkan kemenangan. Tukang onjai harus mengonjai jalurnya seirama dengan lompatan jalurnya. Tukang tari selain memberikan nuansa keindahan juga harus mampu menginformasikan kepada anak pacuan lain tentang posisi haluan jalur saat ini dengan posisi haluan lawannya.
Tukang lopak memberi semangat terhadap seluruh anak pacuan untuk mendayung secara lebih kuat dan gigih sambil menjaga air jangan menggenangi jalur sehingga membuat karam. Tukang kemudi senantiasa menjaga ketepatan arah jalur sehingga tidak melenceng. Tukang kayuah adalah mereka yang menjadi mesin penggerak jalur untuk bisa melaju kencang menuju garis finish (pancang finish).
Semua unsur harus bekerja seirama dan berkomitmen untuk mencapai pancang akhir secara harmonis dengan menyumbangkan segala tenaga dan keahlian.
"Menggunakan filosofi yang terkandung dalam pacu jalur ini maka kita yakin proses pembangunan yang akan berjalan di daerah kita akan lebih harmonis dan tepat sasaran, tidak akan terjadi rebutan lahan yang saling mempermalukan," harapnya.
Mendorong Pariwisata
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, mengatakan Festival Pacu Jalur ini akan semakin meyakinkan dan mendukung konsep Riau sebagai tujuan pariwisata berbasis budaya. Menurutnya, pencanangan pariwisata berbasis budaya dari empat sungai besar di Riau dengan tagline: Riau the Homeland of Melayu akan bisa menarik bagi wisatawan. Pasalnya, beberapa tahun belakangan pariwisata di Riau tumbuh sehingga memberikan multiplier effect yang luar biasa terhadap perekonomian.
"Kalau dari sisi ekonomi erat kaitannya dengan kuliner, ekonomi kreatif, dan juga akomodasi dan transportasi. Kegiatan Pacu Jalur ini dihadiri sekitar 300 ribu pengunjung. Ini luar biasa. Kita optimis pariwisata Riau semakin maju," ucapnya
Helat akbar tahunan di Kuansing ini sudah lebih dari 115 tahun berkembang di tengah masyarakat. Sekretaris Daerah Kuansing, Dianto Mampanini, berharap para stakeholder terkait dapat mendukung tradisi asli masyarakat Kuansing ini. Beberapa perusahaan termasuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), telah menunjukkan komitmen dan kontribusinya dalam menyukseskan festival pacu jalur. Ia mengucapkan terima kasih kepada RAPP yang rutin menaruh kepedulian terhadap pelestarian pacu jalur ini.
"Kita harap pacu jalur ini tetap lestari," katanya.
General Manager Stakeholder Relations RAPP, Wan Mohd Jakh Anza, menjelaskan RAPP sangat mendukung dan komit terhadap Festival Pacu Jalur di Kuansing. Tahun ini, RAPP mensponsori empat jalur, yakni Pulau Laghe Mandulang RAPP, Tapak Godang Sungai Gorakan RAPP, Putri Kumayang Lindung Daun RAPP, Carano Kuansing RAPP. Pulau Laghe Mandulang RAPP sendiri berhasil meraih peringkat ketiga dalam Festival Pacu Jalur 2018.
"Kegiatan ini kebanggaan kita semua. Kami ikut berpartisipasi aktif karena sesuai filosofi pendiri kami, keberadaan RAPP, bukanlah sebagai tamu melainkan melebur dan menjadi bagian dari masyarakat," jelasnya.
Masyarakat menjadikan Pacu Jalur ini sebagai ajang temu kangen dengan keluarga. Banyak para perantau rela pulang ke kampung halaman demi mengikuti rangkaian acara Festival Pacu Jalur ini. Bahkan, masyarakat setempat menyebutnya sebagai hari raya atau tahun barunya orang Kuansing. Sebab semua masyarakat Kuansing merayakan hari tersebut dengan sangat meriah, lebih meriah dibandingkan hari besar lainnya di dunia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: