Harga daging sapi segar di pasaran terbilang tinggi, yaitu berada di kisaran lebih dari Rp100.000 per kilogram. Banyak hal yang mengakibatkan harga daging sapi segar terus tinggi, salah satunya ialah panjangnya rantai distribusi daging sapi.
Menurut Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman, panjangnya rantai distribusi daging sapi lokal mempengaruhi harga daging sapi di pasaran. Ini terjadi karena munculnya biaya-biaya tambahan, seperti biaya transportasi.
"Berdasarkan hasil penelitian CIPS, daging sapi lokal melewati tujuh hingga sembilan tahapan sebelum sampai di tangan konsumen. Proses distribusi dimulai dari peternak. Mereka menjual sapi mereka langsung kepada pedagang setempat yang berskala kecil atau melalui tempat penggemukan sapi (feedlot) yang memberi makan sapi secara intensif untuk meningkatkan bobot sapi dan nilai jualnya," jelas Ilman melalui siaran persnya yang diterima redaksi Warta Ekonomi di Jakarta.
Ilman kembali menjelaskan, tahapan selanjutnya, sapi dijual lagi ke pedagang setempat berskala besar dengan menggunakan jasa informan untuk mendapatkan harga pasar yang paling aktual. Kemudian, sapi dijual lagi ke pedagang regional, yang wilayah dagangnya meliputi beberapa kabupaten, provinsi, dan sejumlah pulau kecil.
"Setelah itu, sapi kembali dijual ke pedagang yang ada di penampungan ternak (holding groud). Tahapan ini area transit ketika mereka menunggu pedagang grosir dari Rumah Potong Hewan (RPH) untuk memilih hewan ternak yang akan dibeli dan dipotong. Lalu, daging sapi yang dihasilkan dapat dijual langsung ke pedagang grosir berskala besar di pasar atau melalui tengkulak yang membantu pedagang di RPH untuk mendapatkan pembeli," urai dia.
Belum berhenti di situ, selanjutnya menjual daging sapi ke pedagang grosir berskala kecil. Merekalah yang menjual daging sapi ke pedagang eceran di pasar tradisional atau supermarket, sebelum akhirnya sampai di tangan konsumen.
Melihat panjangnya rantai distribusi, menurut Ilman, dengan menyerahkan prosesnya ke badan-badan pemerintah bukanlah jalan keluar yang tepat. Hasil penelitian CIPS menunjukkan jika pemerintah mau menangani semua proses distribusi daging sapi, maka pemerintah juga harus siap menanggung seluruh biaya terkait transportasi. Proses distribusi daging sapi yang melibatkan pemerintah sebagai pelakunya akan menghabiskan anggaran negara yang jumlahnya tidak sedikit.
"Sebagai ilustrasi, kita bisa melihat proses distribusi daging sapi di Jawa Barat (provinsi dengan tingkat konsumsi daging sapi tinggi) dan Jawa Timur (provinsi penghasil daging api terbesar di Indonesia), mengacu pada data Badan Pusat Statistik pada 2017 lalu," tambah Ilman.
Biaya transportasi untuk distribusi daging sapi di Jawa Barat ialah Rp1.284,29 per kilogram. Sementara biaya distribusi daging sapi sebesar Rp445,83 per kilogram di Jawa Timur. Ini disebabkan adanya jarak yang dekat antara para pelaku di tahap produksi (peternak) dengan para pelaku distribusi (pedagang) yang membawanya hingga ke tingkat konsumen di Jawa Timur.
Dengan menggunakan angka ini, maka dapat diperkirakan rata-rata biaya transportasi rantai distribusi daging sapi di Indonesia sebesar Rp1.004,81 per kilogram. Dengan perhitungan kebutuhan nasional yang mencapai 709.540 ton di 2017, maka pemerintah harus menyiapkan uang Rp713 miliar atau setara US$52,8 juta untuk biaya transportasi guna menjangkau wilayah Indonesia.
Pengembangan sapi impor yang diternak di Indonesia juga sering kali menghadapi tantangan, seperti kurangnya kapasitas peternak serta minimnya penguasaan mereka terhadap teknik ternak dan teknologi yang efisien. Tingginya harga pakan ternak akibat tidak dilakukannya impor jagung juga mempengaruhi kualitas makanan yang dikonsumsi ternak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: