Dibuka dengan depresiasi 0,04% pada pembukaan pasar spot pagi ini, Jumat (03/05/2019), membuktikan bahwa rupiah masih harus terseok-seok menyongsong akhir pekan ini. Jelang tengah hari, depresiasi rupiah kian menebal hingga 0,18% ke level Rp14.280 per dolar AS.
Sedihnya lagi, rupiah harus membagi tenaga antara untuk melawan dolar AS dan melawan mata uang dunia lainnya, seperti dolar Australia (-0,12%), euro (-0,19%), dan poundsterling (-0,21%). Bahkan, di Asia, rupiah kembali menyandang status sebagai mata uang terlemah kedua karena hanya mampu menguat di hadapan won sebesar 0,16%.
Baca Juga: Rupiah Terbaik di Dunia, Ferguso!
Jika diamati lebih jauh ke belakang, rupiah sudah tertekan sejak pesta demokrasi usai, tepatnya pada Kamis (18/04/2019) silam. Tatkala Jokowi Effect tak lagi bekerja, rupiah hilang kendali hingga akhirnya terjebak di zona merah dalam waktu yang lama.
Bukan hanya itu, depresiasi rupiah juga tidak terlepas dari derasnya arus modal yang masuk ke pasar investasi Amerika Serikat (AS). Ya, rilis data perekonomian yang berada di atas ekspektasi pasar membuat investor ramai-ramai memborong aset berbasis mata uang dolar AS. Akibatnya, aset berisiko berbasis keuangan dari negara berkembang justru ditinggal pergi.
Baca Juga: 7 Hari di Zona Merah? Wassalam Deh Buat Rupiah!
Baca Juga: Titah The Fed Bikin IHSG Babak Belur!
Belum lagi soal pupusnya harapan pelaku pasar bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuan di tahun ini. Dalam sebuah pernyataan, Gubernur The Fed, Jerome Powell, mengisyaratkan bahwa pihaknya tak akan lagi bersikap dovish. Hal itu tak ayal memengaruhi psikologis investor untuk kembali berlindung di bawah naungan dolar AS sebagai aset safe haven.
"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya (menurunkan suku bunga)," jelas Powell sebagaimana dikutip dari Reuters.
Besarnya harapan pelaku pasar terhadap dolar AS dapat diamati melalui pergerakan dolar AS hari ini, di mana dolar AS bergerak variatif dengan kecenderungan menguat. Penguatan dolar AS paling utama terjadi di hadapan mata uang Asia. Won menjadi mata uang yang paling tertekan oleh dolar AS sebesar 0,33%, lalu diikuti oleh rupiah sebesar 0,18%, dan dolar Hongkong sebesar 0,02%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih