Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mendorong Pengelolaan Bumdesa Secara Profesional

Mendorong Pengelolaan Bumdesa Secara Profesional Kredit Foto: Antara/Basri Marzuki
Warta Ekonomi, Jakarta -

Desa akan sejahtera dan mandiri antara lain karena keberadaan dan pengelolaan potensi desa melalui BUMDes yang optimal dan efektif. Apa itu BUMDesa? BUMDesa atau Badan Usaha Milik Desa merupakan usaha desa yang dikelola oleh pemerintah desa, dan berbadan hukum. Pemerintah desa dapat mendirikan BUMDesa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Pembentukan BUMDesa ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Sementara itu, menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) adalah badan usaha yang secara keseluruhan atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat desa. BUMDesa bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan ekonomi desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki desa.

Dalam implementasinya, pemerintah kabupaten/kota menetapkan peraturan daerah (perda) tentang pedoman tata cara pembentukan dan pengelolaan BUMDesa. Ketentuan ini bersifat mandatory, bukan voluntary sehingga pengelolaan BUMDesa sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing.

BUMDesa merupakan lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa, dibentuk berdasarkan kebutuhan masyarakat dan potensi desa. BUMDesa merupakan bentuk kelembagaan desa yang memiliki kegiatan menjalankan usaha ekonomi atau bisnis untuk memperoleh manfaat yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat desa. Desa mendirikan BUMDesa bukan semata-mata mencari keuntungan ekonomis atau laba, tapi juga manfaat sosial dan manfaat non ekonomi lainnya.

Baca Juga: Dewan Bilang BUMDES Harus Majukan Ekonomi Desa

Apa saja peluang usaha BUMDesa. Pertama, bisnis sosial sederhana yang memberikan pelayanan umum kepada masyarakat dengan memperoleh keuntungan finansial. Contoh usaha BUMDesa ini memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna yang meliputi pengelolaan air minum desa, usaha listrik desa, SPBU Desa, lumbung pangan, dan lainnya.

Kedua, bisnis penyewaan barang untuk melayani kebutuhan masyarakat desa dan ditujukan untuk memperoleh pendapatan asli desa (PAD), misalnya menjalankan kegiatan usaha penyewaan yang meliputi alat transportasi, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko (ruko), tanah milik desa, dan barang sewaan lainnya.

Ketiga, usaha perantara (brokering) yang memberikan jasa pelayanan kepada warga, misal pembayaran listrik, jasa penyaluran pupuk bersubsidi, dan pasar desa untuk memasarkan produk yang dihasilkan masyarakat. Keempat, bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, misalnya, pemasaran hasil perikanan, sarana produksi pertanian, produksi kerajinan desa, dan pemasaran komoditas atau produk unggulan desa.

Kelima, bisnis keuangan yang memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi desa. Usaha ini dapat memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat desa. Pengembangan Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Lembaga Kredit Mikro (LKM), dan koperasi merupakan contoh jenis usaha yang dapat dikembangkan dalam klasifikasi usaha ini.

Keenam, usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan masyarakat desa baik dalam skala lokal desa maupun kawasan perdesaan. Misalnya, pengembangan kapal desa berskala besar untuk mengorganisasi nelayan kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif, desa wisata yang mengorganisasi rangkaian jenis usaha kelompok.

Tujuan Pendirian BUMDesa

BUMDesa merupakan Lembaga Usaha Desa yang dikelola masyarakat dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Pendirian BUMDesa harus didasarkan pada kebutuhan dan potensi desa sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. BUMDesa dibangun atas prakarsa (inisiasi) masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, transparansi, emansipatif, akuntabel, dan sustainabel dengan mekanisme member-base dan self-help. Dari semua itu yang terpenting pengelolaan BUMDesa harus dilakukan secara profesional dan mandiri.

BUMDesa merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). BUMDesa sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan untuk mencari keuntungan melalui penawaran sumber daya lokal (barang dan jasa) ke pasar. Dalam menjalankan usahanya lebih ditekankan prinsip efisiensi dan efektivitas.

Ciri Utama BUMDesa

BUMDesa dimiliki oleh desa dan dikelola bersama dengan ciri utama: modal bersumber dari desa sebesar 51% dan dari masyarakat sebesar 49% melalui penyertaan modal (saham atau andil); operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal; bidang usaha yang dijalankan berdasarkan pada potensi dan informasi pasar; keuntungan yang diperoleh ditujukanuntuk meningkatkan kesejahteraan anggota (penyetara modal) dan masyarakat melalui kebijakan desa; difasilitasi oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintahan desa; operasionalisasi dikontrol secara bersama oleh BPD, pemerintah desa dan anggota).

Alasan BUMDesa Dibutuhkan

1. BUMDesa Sebagai Bisnis Sosial Desa

Sebenarnya BUMDesa bisa berperan sebagai lembaga bisnis sosial, yaitu lembaga bisnis yang beriorentasi memberikan pelayanan pada warga desa sehingga warga bisa memaksimalkan potensi mereka. Bisnis sosial yang dimaksud adalah sebuah usaha yang berorientasi pada pelayanan publik warga desa yang mampu berfungsi sebagai lembaga penyangga (buffer institution) perekonomian warga desa. BUMDesa juga harus berorentasi pada kegiatan ekonomi yang tidak bisa dilakukan warganya sekaligus yang sudah dilakukan warganya sehingga tidak boleh mematikan potensi warga desa sendiri (asas subsidiaritas).

Salah satu contohnya, BUMDesa mengelola air bersih untuk warga karena pengelolaan seperti ini tidak bisa dilakukan warga secara perorangan atau kelompok kecil. Jika sebuah desa memiliki potensi pertanian maka BUMDesa bergerak pada bagaimana melindungi hasil tani warga desa agar tidak jatuh harga, menyediakan bibit yang baik dan murah atau menyediakan pupuk dengan harga yang murah. Bentuk usaha BUMDesa harus berangkat dari kondisi yang selama ini menjadi potensi desa. Contoh lain adalah membangun lembaga keuangan yang mampu mendukung kegiatan ekonomi warga dengan pola simpan-pinjam mendukung permodalan warga desa.

Lembaga keuangan adalah salah satu model usaha BUMDesa yang banyak dilakukan. Namun lembaga keuangan seperti ini tidak boleh berpraktik seperti halnya bank umum yang selama ini tidak berpihak pada wong cilik di pedesaan.

Jika lembaga keuangan yang dipilih maka lembaga keuangan itu harus memiliki kemampuan mendukung usaha warga desa dengan mengedepankan produktivitas sebagai alasan peminjaman uang. Warga boleh meminjam uang jika untuk modal usaha atau memperbesar usaha tapi tidak boleh untuk kebutuhan konsumtif. Lembaga keuangan ini juga harus mengajarkan bagaimana sebaiknya mengelola uang (financial literacy) sehingga warga tidak perlu mengalami kegagalan usaha karena salah mengelola keuangan mereka.

Meski bukan lembaga usaha yang menonjolkan perolehan keuntungan dalam bentuk profit, namun BUMDesa tidak boleh dikelola dengan cara yang serampangan. BUMDesa harus dikelola secara profesional oleh SDM yang kompeten dan tetap berhitung untuk mendapatkan keuangan, minimal bisa membiayai segala operasionalnya, memperbesar kapasitas perusahaan dan mengembalikan investasi awal yang digelontorkan padanya. Tanpa komitmen seperti itu, BUMDesa akan jatuh menjadi program yang hanya menghabiskan anggaran saja. Soalnya, investasi sebesar apapun, jika dikelola dengan cara yang salah, hasilnya adalah kerugian semata.

2. Memiliki Relevansi dengan Kehidupan Sosial Ekonomi Desa

Sejauh ini, dari berbagai pengalaman di banyak tempat, BUMDesa mempunyai sejumlah relevansi penting bagi kehidupan sosial ekonomi warga desa, antara lain

a. BUMDesa (seperti LKM dan lumbung pangan) berfungsi proteksi yaitu melindungi orang desa dari jeratan rentenir, tengkulak, maupun paceklik. Misalkan saja, banyak desa yang menyewakan traktor dengan tujuan menolong petani. Bisnis ini terkesan seolah-olah menyaingi pelaku ekonomi desa yang menyewakan traktor. Padahal, bisnis privat seperti ini biasanya dikuasai tengkulak yang menyewakan traktor dengan harga tinggi terutama pada masa musim tanam. Dengan kehadiran BUMDesa menyewakan traktor, petani menjadi tertolong dan terlindungi dari jeratan tengkulak kaya.

b. BUMDesa menjalankan fungsi fasilitasi, yaitu melayani dan memudahkan warga desa, seperti bisnis LKM maupun persewaan perkakas yang telah terbukti memudahkan dan melayani kepentingan warga desa. LKM Desa di Riau, misalnya, memudahkan dan melayani para petani yang membutuhkan bibit maupun pupuk untuk bertani.

c. BUMDesa menjalankan fungsi konsolidasi dan institusionalisasi bisnis kolektif warga desa. Dua fungsi menjadi basis untuk negosiasi kekuatan kolektif desa berhadapan dengan tengkulak maupun korporasi. Contoh konsolidasi dan institusionalisasi dapat ditemukan pada kasus desa wisata. Fungsi BUMDesa di desa wisata ini mencoba menyatukan berbagai bisnis, mulai dari objek wisata sebagai daya tarik pendatang, dengan komponen lain seperti parkir, penginapan, makanan, souvenir, dan lain-lain.

Namun skema BUMDesa untuk melakukan konsolidasi dan institusionalisasi bentuk usaha lain, seperti kerajinan maupun dagang, belum dapat ditemukan. Kecuali dalam bentuk gerakan yang dipimpin desa seperti kerajinan keramik di Banyumulek (Lombok Barat), bisnis klengkeng kolektif di Desa Mlatiharjo (Demak), bisnis jambu merah kolektif Desa Pilangrejo (Demak), bisnis manggis kolektif di Desa Batumekar (Lombok Barat), bisnis markisa di Serut (Bantul), bisnis rotan di Desa Teluk Wetan (Jepara), dan masih banyak lagi.

3. BUMDesa Merupakan Pilar Kegiatan Ekonomi di Desa

Pendirian BUMDesa harus didasarkan pada kebutuhan dan potensi desa, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. BUMDesa dibangun atas prakarsa (inisiasi) masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, (user-owned, user-benefited, and user-controlled), transparansi, emansipatif, akuntabel, dan sustainabel dengan mekanisme member-base dan self-help. Dari semuanya yang terpenting adalah pengelolaan BUMDesa harus dilakukan secara profesional dan mandiri.

BUMDesa merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). Sebagai lembaga sosial, ia berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial.

Sebagai lembaga komersial BUMDesa bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumber daya lokal (barang dan jasa) ke pasar. Dalam menjalankan usahanya, prinsip efisiensi dan efektivitas tetap harus ditekankan. Sebagai pilar kegiatan ekonomi di desa, pendirian BUMDesa memiliki empat tujuan penting antara lain (1) meningkatkan perekonomian desa, (2) meningkatkan pendapatan asli desa, (3) meningkatkan pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan (4) menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa.

Untuk bisa mencapai tujuan ini, BUMDesa harus memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui pelayanan barang dan jasa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa. Lembaga ini dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non-anggota (pihak luar desa) dengan harga dan pelayanan sesuai standar pasar. Artinya, terdapat mekanisme kelembagaan yang disepakati bersama sehingga tidak menimbulkan distorsi ekonomi pedesaan karena usaha BUMDesa.

Sesuai undang-undang, BUMDesa dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Apa yang dimaksud dengan "kebutuhan dan potensi desa" adalah kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok; tersedia sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa dan terdapat permintaan di pasar; tersedia sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat; adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; BUMDesa merupakan wahana untuk menjalankan usaha di desa.

Sedangkan apa yang dimaksud dengan "usaha desa" adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain: usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis lainnya; penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa; perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis; industri dan kerajinan rakyat.

4. Pemerintah Memberikan Peluang

Selain memberikan kesempatan kepada BUMDesa yang dibentuk oleh masing-masing desa untuk mengembangkan ekonomi di desa, pemerintah juga memberi peluang kepada desa-desa untuk membentuk BUMDesa Bersama. UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa secara eksplisit menyatakan bahwa BUMDesa dapat dibentuk oleh satu desa atau kerja sama beberapa desa membentuk satu BUMDesa. BUMDesa Bersama dapat dinyatakan sebagai badan usaha yang dibentuk oleh dua desa atau lebih, yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh dua desa atau lebih. BUMDesa Bersama dibentuk melalui Musyawarah Antar Desa (MAD) berdasarkan Peraturan Bersama Kepala Desa.

BUMDesa Bersama ini sangat tepat dibentuk oleh beberapa desa yang memiliki keterbatasan pada banyak aspek (sumber daya manusia, permodalan, potensi dll). Kebersamaan ini diharapkan akan memunculkan kekuatan baru yang menjamin keberlangsungan dan pengembangan unit-unit usaha yang didirikannya.

Regulasi pembentukan BUMDesa dan BUMDesa Bersama yaitu: 1) UU RI No 6/2014 tentang Desa; 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; 3) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa pada hakekatnya, pembentukan BUMDesa Bersama hampir sama dengan pembentukan BUMDesa pada masing-masing desa. Perbedaanya adalah adanya proses penting yang sebaiknya dilakukan pada masing-masing desa, yaitu diawali dengan penyelenggaraan Musdes pada masing-masing desa dengan agenda: penjelasan dan latar belakang mengapa perlu membentuk BUMDesa Bersama (Musdes diinisiasi oleh BPD dengan melibatkan pemerintah desa serta unsur-unsur masyarakat).

Setelah musdes pada masing-masing desa menyepakati pembentukan BUMDesa Bersama, selanjutnya (dalam musdes tersebut) dipilih personel yang akan mewakili desa pada proses musyawarah tingkat antar-desa. Jumlah personel masing-masing desa dapat disepakati (misalnya enam orang termasuk kepala desa) selanjutnya dimasukkan dalam sebuah lembaga yang bernama Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD). Untuk keabsahan dan penguatan BKAD dapat diterbitkan Peraturan Desa.

Baca Juga: 45 Ribu BUMDes Topang Perekonomian Desa

Permasalahan dan Kisah Sukses BUMDesa

1. Kurangnya Keterlibatan Kaum Muda

Apa yang membuat banyak desa di berbagai pelosok di Indonesia kesulitan mengembangkan BUMDesa, salah satunya karena para pemuda desa tidak dilibatkan dalam diskusi sejak awal. Dan, ketika penyusunan pengurus BUMDesa, yang dipasang adalah warga desa golongan tua yang sudah tidak memungkinkan untuk melakukan inovasi manajemen usaha. Parahnya lagi, setelah memilih struktur, posisi-posisi penting operasional BUMDesa justru ditempati orang-orang tertentu yang sama sekali tidak memiliki kemampuan mengembangkan usaha.

Akibatnya mudah ditebak, BUMDesa langsung loyo dari bulan pertama beroperasi. Padahal sesungguhnya anak muda desalah yang memiliki kemampuan mengembangkan usaha BUMDesa.

Selain itu, pemahaman para perangkat desa mengenai BUMDesa sendiri juga masih berkutat pada wilayah desanya saja. Sehingga BUMDesa terjebak pada skala usaha yang besarannya sesuai daya beli warga desa. Situasi seperti inilah yang membuat BUMDesa kesulitan meningkatkan pendapatan. Tetapi yang paling parah adalah ada banyak kepala desa merasa kehadiran BUMDesa malah dianggap beban bagi pemerintahan desa.

Sesungguhnya BUMDesa memiliki kekuatan besar untuk menciptakan lompatan ekonomi bagi kesejahteraan desa jika dimanfaatkan dengan baik oleh anak-anak muda desa. Hanya saja, banyak pula kepala desa yang belum mengakui besarnya potensi desanya sendiri. Banyak kepala desa yang "tidak rela" jika modal BUMDesa yang diguyurkan pemerintah diberikan pada anak-anak muda untuk mengelolanya. Kenapa?

Secara sosial, sebagian besar desa di Indonesia menganggap kepala desa adalah seorang warga yang memiliki kekuasaan yang begitu luas. Akibatnya kepala desa merasa dirinyalah orang yang paling tahu bagaimana mengorganisasikan desa termasuk proses pengembangan BUMDesa. Padahal, kepala desa selama ini lebih identik dengan pekerjaan seremonial dan administrasi. Sikap inilah yang justru bisa menjadi salah satu pemicu utama kegagalan BUMDesa itu sendiri.

Di kalangan anak muda, kesenjangan kekuasaan yang cenderung dikuasai golongan masyarakat usia sepuh itu membuat mereka semakin jauh pada urusan desa. Anak muda juga lebih tertarik pergi ke kota mencari pekerjaan. Tawaran BUMDesa sama sekali tidak menarik bagi sebagian besar mereka.

Sudah saatnya anak muda berpikir ulang mengenai desa. Saat ini, hidup di desa tidaklah seterpencil seperti dulu. Hidup di desa kini juga sama dengan kota karena semua orang bisa mengakses internet dari manapun. Sebaliknya, kemampuan menggunakan teknologi internet seperti ini hanya dikuasai anak muda. Nah, sudah saatnya anak muda sekarang ini memilih desanya sebagai alternatif membangun masa depan. Soalnya, sekarang ini ada banyak aktivitas kerja yang bisa dilakukan semua orang dari desa.

Jika saja sekelompok anak muda berani memilih untuk tinggal dan berkarya di desa dengan menggunakan internet sebagai media pengembangan jiwa wirausaha mereka. Termasuk mengelola BUMDesa-nya. Maka, bukan tidak mungkin, perubahan bakal terjadi bukan hanya pada kehidupan ekonomi mereka saja melainkan juga bakal mempengaruhi peri kehidupan seluruh warga desanya.

Keterlibatan pemerintah desa sebagai penyerta modal terbesar BUMDesa atau sebagai pendiri bersama masyarakat diharapkan mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang diwujudkan dalam bentuk perlindungan (proteksi) atas intervensi yang merugikan dari pihak ketiga (baik dari dalam maupun luar desa). Demikian pula, pemerintah desa ikut berperan dalam pembentukan BUMDesa sebagai badan hukum yang berpijak pada tata aturan perundangan yang berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa.

2. Masalah Aspek Hukum Pendirian

Ada dua frasa yang tak pernah luput dibahas selama empat tahun terakhir tentang Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). "BUM Desa itu badan usaha? Lalu, apa badan hukum-nya?"

Perdebatan ini berlangsung normatif, bukan empiris dan dijawab melalui nalar praktis tentang badan hukum seperti koperasi, perusahaan terbatas, dan CV. Negara dan pemerintah pun tak luput dibahas posisinya sebagai badan hukum. Dengan alasan negara kesatuan, tak ada lagi badan hukum publik selain pemerintah. Lalu, kenapa BPJS disebut sebagai BH publik dalam Pasal 7 ayat (1) UU BPJS? Bisakah pemerintah sebagai badan hukum publik membentuk BPJS sebagai badan hukum publik?

Sesuai Pasal 87 ayat (1) dan ayat (2) UU Desa beserta penjelasannya, pemerintah desa membentuk BUM Desa. Pemerintah desa di sini mestinya diinterpretasi sebagai subjek hukum tertentu. Menurut Himawan Estu Bagijo (2014) putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menentukan legal standing badan hukum publik dan badan hukum privat. Prasyarat normatif dari badan hukum publik adalah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, mengemban hak dan kewajiban, memiliki kekayaan, serta dapat menggugat dan digugat di peradilan. Dengan logika hukum ajudikasi MK maka pemerintah desa yang ditetapkan secara atributif terkategori sebagai badan hukum publik.

BUMDesa dibentuk pemerintah desa melalui proses deliberasi, kekayaan/aset desa yang dipisahkan, dan secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perusahaan terbatas, CV, atau koperasi. Antitesisnya, BUMDesa diinterpretasi sebagai subjek hukum selain badan hukum privat (PT, CV, koperasi). Pendapat Himawan di atas menjadi argumentasi bahwa BUMDesa merupakan badan hukum publik fungsional yang dibentuk oleh pemerintah desa berdasar UU Desa, dilanjutkan pada perdes tentang BUMDesa, keputusan kades tentang AD/ART maupun kepengurusan BUMDesa. Kedudukannya setara dengan keabsahan akta notaris. Tidak perlu dicampur aduk antara kewenangan kepala desa dan notaris.

BUMDesa menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum, karena harus beradaptasi memasuki diskursus hukum liberal yang membagi fungsi hukum publik dan hukum privat. Di satu sisi melaksanakan fungsi hukum publik untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi desa. Di sisi lain melaksanakan fungsi privat seperti pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. Di sinilah perubahan pemahaman mendasar terjadi. BUM Desa sebagai BH publik fungsional melaksanakan sekaligus fungsi hukum publik dan privat. Bagi BUMDesa yang melakukan shareholding membentuk PT maka kekuasaan administratif tinggal melakukan pengakuan saja, setelah melihat perdes dan keputusan kades terkait BUMDesa.

Ulasan pada opini ini pasti dinilai kurang absah bila sekedar dilihat dari perspektif positivisme-legal. Untuk meluaskan cara pandang perancang regulasi hukum perlu belajar dari BUMDesa Tirta Mandiri, Desa Ponggok, Klaten, sebagai referensi untuk badan hukum publik. Pemerintah desa, BUMDesa Tirta Mandiri, dan masyarakat Desa Ponggok melakukan aksi kolektif governing the common atas sumber daya umbul air dan lainnya. Aksi kolektif itu berkembang dinamis melalui shareholding (berbagi modal sosial, modal uang dan berbagi hasil), melalui delapan PT yang dibentuk oleh BUMDesa Tirta Mandiri.

BUMDesa Tirta Mandiri berkedudukan sebagai badan hukum publik yang menjalankan fungsi hukum publik dan privat.

2. Kisah Sukses BUMDesa dengan Pendirian BUMDes Mart

Setelah sukses menggebrak dengan program Gerbang Emas Bersinar, Anang kembali mempelopori program "BUMDes Mart". Program yang di-launching 1 Desember 2017 bertepatan dengan Hari Jadi Ke-52 Kabupaten Tabalong dengan ditandai berdirinya 121 BUMDesa Mart di masing-masing desa se-Tabalong. Gagasan pendirian BUMDesa Mart muncul di tengah ramainya serbuan toko retail modern yang saat ini berkembang di perkotaan bahkan sudah menjangkau wilayah pinggiran. Jika hal tersebut lambat diantisipasi dikhawatirkan akan bisa mematikan usaha kecil sejenis milik masyarakat yang sudah ada khususnya di pedesaan.

Selain itu, keberadaan BUMDes Mart juga terkait dengan adanya Program Rastra (beras gratis sejahtera) dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang mebutuhkan keberadaan sarana pelayanan terhadap masyarakat pra-sejahtera yang menjadi peserta program tersebut.

BUMDesa Mart merupakan unit usaha dari BUMDesa yang telah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang memberikan kewenangan kepada desa untuk mendirikan BUMDesa yang mendapat prioritas dalam pengelolaan SDA yang ada di desa.

Konsep BUMDesa Mart itu semacam toko serba ada atau minimarket yang dikelola oleh masyarakat desa. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat, BUMDesa Mart juga tempat untuk memasarkan hasil produksi masyarakat (lokal) dan membantu pemerintah mewujudkan kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok sampai ke pasaran sehingga akan menekan angka inflasi.

Berdirinya BUMDes Mart di setiap desa memang menimbulkan kekhawatiran akan mematikan usaha sejenis yang telah ada. Namun Anang meyakinkan bahwa BUMDes Mart diposisikan sebagai mitra dan bukan sebagai pesaing dari pelaku usaha sejenis milik masyarakat. Dengan cara menjadi semacam supplier atau distributor dengan harga jual yang lebih rendah dari harga eceran. BUMDesa Mart bisa juga membatasi komoditas barang dan jasa yang disediakannya dan lebih fokus pada produk yang belum ada atau sulit diperoleh di pedesaan.

Keberadaan BUMDes Mart di seluruh desa se-Kabupaten Tabalong akan menggairahkan perekonomian Desa dan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap pemenuhan kebutuhan produk berupa barang atau jasa kepada masyarakat. Lebih jauh lagi BUMDesa Mart diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam terwujudnya Kabupaten Tabalong yang sejahtera dan mandiri.

Baca Juga: Meningkatkan Peluang dan Potensi Usaha di Desa

Beberapa Catatan

1. Menurut Norman Uphoff (1992), institusi lokal – baik lembaga maupun pranata lokal — berfungsi menciptakan kesempatan bersama melakukan aksi kolektif dan tolong-menolong atau gotong-royong sebagai upaya menggerakkan dan mengelola sumber daya yang ada secara mandiri dan berkelanjutan. Disadari jika orang desa (petani, nelayan, peternak) sangat mudah bekerja sama tetapi sulit untuk berusaha bersama. Karena itu, mereka akan sulit membangun usaha kolektif dalam wadah koperasi atau sejenisnya.

2. BUMDesa hampir tidak dikenal dalam teori dan wacana pembangunan ekonomi sebab desa bukanlah makhluk ekonomi seperti halnya pengusaha, UMKM, atau koperasi. Perbincangan tentang ekonomi lokal maupun ekonomi kerakyatan sering menyentuh ekonomi perdesan maupun petani, nelayan, perajin atau peternak, tetapi hampir tidak pernah menyentuh BUMDesa. Pengembangan ekonomi lokal, yang mengutamakan kerja sama antara masyarakat, pemerintah daerah dan swasta juga banyak berbicara tentang UMKM.

Namun para pendukung UMKM kritis dan skeptis terhadap BUMDesa sebab desa tidak memiliki kapasitas dan tradisi berbisnis dan skala ekonomi desa yang kecil dan tidak efisien. Pertanyaannya, siapa yang bisa melindungi dan memperkuat rakyat kecil di desa seperti petani, peternak, nelayan dan perajin?

3. BUMDesa harus konsisten memberikan layanan sosial sekaligus usaha ekonomi. Layanan sosial dalam konteks ini mempunyai dua makna dan bentuk sekaligus. Pertama, BUMDesa mempunyai usaha sosial seperti badan layanan umum. Kedua, usaha ekonomi yang berwatak sosial, melayani kepentingan orang desa.

4. Untuk membentuk BUMDesa Bersama beserta unit usaha yang dipilih sebaiknya didasarkan atas "studi kelayakan", dengan memperhatikan aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi; aspek manajemen dan SDM; aspek keuangan; aspek sosial–budaya, ekonomi, politik dan lingkungan; aspek hukum dll. Sehingga pembentukannya menjadi lebih cermat, tidak tergesa-gesa dan tidak berdasarkan keinginan tapi harus dikaji secara matang dan mendalam karena esensi BUMDesa sebenarnya ada pada unit usaha.

5. Kedepan dibutuhkan konsensus antara kekuasaan administratif dan kekuasaan komunikatif. BUMDesa diakui sebagai badan hukum publik seperti halnya BPJS. Upaya positivisasi ini tidak perlu mengubah UU Desa, tapi cukup menggunakan kekuasaan presiden melalui perbaikan peraturan pemerintah yang mengatur desa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: