Mulai maraknya penggunaan teknologi artificial intelligence (AI), salah satunya Vision AI membawa kekhawatiran baru terkait aspek privasi data, keamanan, dan etika atau moral teknologi tersebut.
Seperti diketahui, berbagai pihak seperti TMC Polri sudah menggunakan teknologi Vision AI untuk mendeteksi pelat nomor kendaraan untuk keperluan perpajakan misalnya, ataupun dengan menggandneg Jakarta Smart City menggunakan CCTV di Jalan Sudirman untuk keperluan penertiban perilaku pengendara kendaraan bermotor.
Presiden Microsoft Indonesia, Haris Izmee menyatakan, pihaknya selalu mengedepankan aspek etika atau moral dalam menawarkan layanan Vision AI pada kliennya. Meski teknologi ini tergolong baru dan belum masif, sehingga belum ada regulasi khusus, perusahaan selalu mengedepankan aspek etika dan meminta persetujuan klien terlebih dahulu.
"Contohnya dengan Grab Indonesia kami menyediakan teknologi pengenalan wajah pengemudi untuk aspek keamanan. Dari awal kami sampaikan etikanya seperti ini, baru atas persetujuan mereka, kami memberikan layanan. Pun dengan TMC Polri, sepanjang itu untuk hal-hal baik, misalnya keamanan berkendara, saya kira bagus," kata dia kepada Warta Ekonomi belum lama ini.
Baca Juga: Pegawai Microsoft Dilarang Gunakan Slack, Alasannya: Slack Tak Aman
Microsoft Global sendiri baru-baru ini melalui Wakil Presiden Eksekutif untuk AI dan Penelitian, Harry Shum mengatakan bahwa ke depan perusahaan akan meninjau ulang etika AI ke dalam daftar audit standar untuk produk yang akan dirilis. Namun, itu sifatnya masih opsional.
"Microsoft telah menerapkan prinsip-prinsip pengenalan wajah internal dan terus bekerja untuk mengoperasionalkan prinsip AI yang lebih luas di seluruh perusahaan," kata dia belum lama ini.
Selain prinsip-prinsip pengenalan wajah internal, Microsoft memiliki beberapa kelompok kerja internal yang didedikasikan untuk etika AI, termasuk keadilan, akuntabilitas, transparansi, dan etika dalam AI, yang terdiri dari sembilan peneliti. Mereka juga memiliki dewan penasihat AI ethics and effects in engineering and research (Aether) yang melapor pada pimpinan senior.
Microsoft sendiri merupakan salah satu anggota pendiri Partnership on AI, organisasi nirlaba yang didirkan bersama Amazon, Facebook, Google's Deep Mind, dan IBM untuk mempelajari etika, keadilan dan inklusivitas, transparansi, privasi dan interoperabilitas, kolaborasi antara manusia dan sistem AI, serta kepercayaan, keandalan, dan ketahanan teknologi.
Baca Juga: Facebook Gunakan AI Ciptakan Suara Tiruan Bill Gates
Belakangan, eksekutif perusahaan teknologi di Silicon Valley termasuk Microsoft, Google, Amazon, dan Tesla tengah merumuskan cara-cara terbaik untuk memastikan bias implisit yang dihasilkan programmer menurun ke mesin pembelajaran dan arsitektur AI lainnya.
Bias ini, termasuk sistem pengenalan wajah yang salah mengidentifikasi individu dengan warna kulit gelap, kendaraan swakemudi yang gagal mendeteksi pejalan kaki berkulit gelap maupun sistem pengenalan suara yang kesulitan mengenali penutur bahasa Inggris bukan native speaker.
Berbagai program etika AI yang diinisiasi oleh Microsoft, Google, Amazon, dan Tesla menunjukkan keberhasilan dan kegagalan selama setahun terakhir, untuk itu mereka terus mendengungkan penyempurnaan etika AI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti