Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Saham Gunung Raja Paksi Melejit 14,29% Saat Pertama Masuk Bursa

Saham Gunung Raja Paksi Melejit 14,29% Saat Pertama Masuk Bursa Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP) telah mencatatkan sahamnya di papan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan menjadi emiten ke-36 di tahun 2019. Ketika pertama kali diperdagangkan, harga saham langsung bergerak ke atas menyentuh level Rp960 atau menguat 14,29 persen dari harga penawaran Rp840 per saham.

 

Kenaikan harga saham tersebut ditopang oleh frekuensi transaksi sebanyak 54 kali pada detik-detik awal pembukaan perdagangan Sesi I hari ini. Bahkan, volume transaksi saham GGRP tercatat sebanyak 3.252 lot, sehingga nilai transaksi sebesar 300,36 juta.

 

Baca Juga: Ngotot Mau Capai Target, Bursa Gandeng Hipwi

 

Direktur Utama GGRP, Alouisius Maseimilian, pada penawaran umum perdana (IPO) ini perseroan melepas sebanyak 1.230.888.800 lembar saham. Pada masa penawaran umum teraebut saham GGRP mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak sembilan kali dari pooling. Pada aksi korporasi ini, perusahaan baja bidang industri peleburan dan penggilingan baja tersebut menunjuk PT UOB Kay Hian Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek.

 

"Sehingga, dana yang berhasil kami himpun sebesar Rp1,03 triliun,” kata Alouisius di Gedung BEI Jakarta, Kamis (19/9/2019).

 

Baca Juga: Butuh Dana Buat Bayar Utang, Perusahaan Baja Ini Cari Duit di Pasar Modal

 

Lebih lanjut Alouisius mengatakan, dana hasil IPO setelah dikurangi biaya-biaya emisi, sebesar 99,52 persen akan digunakan untuk membayar utang dalam rangka akuisisi aset tetap dan biaya operasi. Sisanya sebesar 0,48 persen untuk tambahan modal kerja.

 

Dia berharap, pasca pelaksanaan IPO ini perseroan bisa meningkatkan produktivitas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Pemain industri baja di Indonesia masih memiliki peluang sangat luat untuk bertumbuh, mengingat konsumsi baja domestik belum bisa memenuhi permintaan, sehingga Indonesia masih mengimpor baja," jelasnya. 

 

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: