Walau sentimen anti-monarki hampir tidak ada di Jepang, pendanaan besar yang dikeluarkan pemerintah untuk upacara penobatan Kaisar dan Permaisuri baru ternyata mendapat kritik yang jarang terjadi. Kaisar Naruhito secara resmi akan mengumumkan penobatannya, yang terjadi awal tahun ini setelah ayahnya, Kaisar Akihito turun tahta. Pada November dia akan melakukan syukuran Daijosai yang sakral.
Pemerintah Jepang sudah menyiapkan dana jutaan dolar untuk momen itu, khususnya untuk acara mewah pada Oktober yang akan menarik beberapa tamu penting dan kepala negara dari seluruh dunia.
Namun, para kritikus menjelaskan kedua upacara itu secara efektif adalah upacara keagamaan, dan dilarang menggunakan pendanaan publik karena melanggar aturan mengenai pemisahan antara urusan kenegaraan dan kepercayaan yang diamanatkan secara konstitusi.
"Ritual Daijosai tidak lebih dari upacara Shinto," kata Gereja Persatuan Kristus di Jepang, sebuah kelompok Protestan terkemuka, dalam sebuah pernyataan awal tahun ini yang dilansir AFP, Minggu (20/10/2019).
Baca Juga: Topan Hagibis di Jepang, Limbah Nuklir Berserakan
Foto: Reuters.
Pendanaan publik untuk mereka "melanggar prinsip memisahkan politik dari agama ... dan melanggar kebebasan berkeyakinan", terangnya.
Sejarah sensitif peran kaisar selama Perang Dunia II. Di bawah konstitusi masa perang Jepang, kaisar berstatus "suci dan tidak dapat diganggu gugat", ia adalah komandan tertinggi angkatan darat dan laut dan dipanggil sebagai kekuatan pendorong pasukan Jepang di medan perang di seluruh Asia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Abdul Halim Trian Fikri
Tag Terkait: