Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Belum Capai Ketahanan Pangan, CIPS: Sediakan Keterjangkauan Pangan!

Indonesia Belum Capai Ketahanan Pangan, CIPS: Sediakan Keterjangkauan Pangan! Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebanyak 22 juta orang Indonesia tercatat menderita kelaparan kronis di tahun 2016 hingga 2018. Indeks Keamanan Pangan Global (GFSI) Indonesia berada di peringkat 65 dari 113 negara di tahun 2019. Hal itu menandakan Indonesia belum mencapai ketahanan pangan.

Fakta tersebut dipublikasikan Asian Development Bank (ADB) mengenai "Policies to Support Investment Requirements of Indonesia’s Food and Development During 2020-2045" yang diterbitkan bulan Oktober lalu. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Galuh Octania, mengatakan, laporan ADB menunjukkan Indonesia memang belum berhasil mencapai ketahanan pangan meskipun peringkatnya naik dari posisi 76 di tahun 2014-2015.

Baca Juga: CIPS: Indonesia Harus Hapus Hambatan Nontarif dalam Perdagangan

"Indonesia sebaiknya tidak hanya fokus memikirkan ketersediaan, tetapi juga keterjangkauan masyarakat terhadap pangan. Hal ini tentu berhubungan erat dengan harga dan kemampuan daya beli, terutama untuk mereka yang termasuk masyarakat miskin," kata Galuh dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (12/11/2019).

Studi yang dilakukan CIPS pada tahun 2019 di Sumba, Nusa Tenggara Timur, menemukan bahwa harga pangan memiliki hubungan negatif signifikan dengan tingkat konsumsi. Peningkatan sebesar Rp1.000 ternyata akan mengurangi konsumsi beras bulanan sebesar 0,67 kg. Hal ini berarti ketika harga pangan naik, keluarga akan cenderung mengurangi konsumsi makanan mereka. Akibatnya, ini dapat berimbas pada peningkatan prevelansi stunting sebesar 2,44%.

Lanjut CIPS, harga beras Indonesia tercatat masih hampir dua kali lebih mahal dari harga internasional. Per Juli 2019, harga beras internasional berada di kisaran Rp5.923/kilogram. Sementara, harga beras di Indonesia berkisar antara Rp9.450 untuk beras medium hingga Rp12.800 untuk beras premium.

"Hal ini tentunya tidak hanya terjadi pada komoditas beras, tetapi juga pada komoditas lainnya. Jika beras saja sudah sulit untuk terjangkau bagi rakyat, komoditas lainnya yang notabene lebih mahal juga tentunya akan sulit dibeli oleh mereka," kata Galuh.

Menurut Galuh, untuk mengatasi hal itu, akses ke perdagangan bebas dapat menjadi salah satu solusi bagi Indonesia untuk dapat menyeimbangkan antara supply dan demand yang nyatanya belum dapat terpenuhi dalam negeri. Akan tetapi, lanjutnya, hal itu masih mengalami serangkaian hambatan perdagangan yang diterapkan oleh Indonesia, baik itu dalam bentuk tarif maupun nontarif.

Pada akhirnya, harga pangan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gizi dan pengurangan stunting di Indonesia. Untuk itu, CIPS memberi saran pemerintah untuk terus mengupayakan kebijakan yang menyokong rakyat Indonesia, terutama mereka yang berpenghasilan rendah, untuk mencapai ketahanan pangan yang benar-benar dapat dinikmati hasilnya. Indonesia harus dapat menyediakan pasokan pangan yang cukup bagi rakyatnya jika tidak ingin jumlah 22 juta orang kelaparan kronis tersebut makin bertambah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Puri Mei Setyaningrum
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: