Badan Pusat Statistik mencatat per 5 November 2019 bahwa tingkat pengangguran di Jawa Barat naik dari 7,73 persen per Februari 2019 menjadi 7,99 persen per Oktober 2019.
Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya menilai, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (Emil) dinilai lamban dalam menangani kasus pengangguran.
Kenaikan jumlah pengangguran disebabkan paling banyak oleh maraknya penutupan dan pindahnya pabrik ke provinsi lain.
"Dari data terakhir, tercatat ada 140 pabrik pindah dari Jawa Barat," katanya kepada wartawan di Bandung, Senin (18/11/2019).
Baca Juga: Proyek Kolam Renang Pribadi Ridwan Kamil Harus Dihentikan, Alasannya...
Baca Juga: Ridwan Kamil Pastikan Terowongan Nanjung Minimalisir Banjir DAS Citarum
Menurutnya, kebijakan Gubernur Jabar belum berdampak serius dan memengaruhi iklim industri di Jawa Barat agar tetap bertahan meski penetapan upah menjadi indikasi yang dipersoalkan.
“Kelambanan Gubernur dalam menetapkan kebijakan ini sangat menganggu iklim industri dan dapat dianggap sebagai ketidakmampuannya untuk menahan rencana relokasi pabrik yang telah direncanakan banyak perusahaan,” ungkapnya.
Bahkan, Asep memprediksi Emil memiliki kualitas Indikator Kinerja Utama (IKU) yang lemah dalam menangani pengangguran. “Apabila situasi terjadi, tidak yakin Gubernur dapat mencapai IKU penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka sesuai dengan RPJMD yang telah disampaikan kepada DPRD Provinsi Jawa Barat,” imbuhnya.
Asep menambahkan, hasil kunjungan ke lapangan memang penetapan Upah Minimum Karyawan (UMK) menjadi pembahasan tidak hanya di tataran pemerintah. Kepatuhan pelaksanaan UMK berdasarkan informasi yang kami terima pernah disampaikan oleh Kepala Bidang Pengawasan Disnaker Jawa Barat kepada Sekda dan Gubernur hanya sekitar 30 persen.
Salah satu sebab utamanya karena tingginya nilai UMK di beberapa kabupaten dan kota. Sementara di sisi yang lain, UMK yang tinggi tersebut tidak diiringi oleh kepatuhan dalam pelaksanaannya.
"Perusahaan - perusahaan di berbagai sektor juga telah menyatakan rencana mereka untuk relokasi ke provinsi lain, apabila terjadi kenaikan UMK yang semakin tinggi ditetapkan oleh Gubernur,” jelasnya.
Asep menegaskan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat gagal untuk memikirkan dan merencanakan kebijakan pengupahan dan ketenagakerjaan yang dapat menjadi pelindung bagi dunia industri dan para pekerja untuk mempertahankan pekerjaannya.
"Sama sekali tidak merespon kebutuhan Jawa Barat untuk menarik investasi baru dengan tujuan mengurangi angka pengangguran,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil