Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Komaruddin Amin, menjelaskan soal surat edaran terkait mata pelajaran soal khilafah dan jihad dipindahkan ke kurikulum sejarah.
"Khilafah itu dan jihad tidak dihapuskan sama sekali dalam mata pelajaran kita, hanya dipindahkan tempatnya dari pelajaran fiqih menjadi pelajaran sejarah," kata Komaruddin di Kantor Kementerian Agama pada Senin, 9 Desember 2019.
Jadi, kata dia, secara fakta bahwa pernah ada khilafah dalam sejarah peradaban Islam sehingga hal itu tidak bisa ditutupi, mulai dari khulafaurrasyidin sampai jatuhnya Turki Usmani pada 1924.
"Itu tetap akan disampaikan, itu tidak dihapus. Hanya dihapus dalam pelajaran fiqih menjadi sejarah. Jadi sejarahnya saja, perspektifnya akan lebih produktif dan kontekstual," ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, dalam kurikulum nanti disampaikan bahwa khilafah itu tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia karena Indonesia merupakan negara yang sudah memiliki konstitusi. "Pernah ada dulu dalam sejarah, sekarang tidak ada lagi dan tidak cocok dalam konteks pemerintahan Indonesia karena sudah jadi negara dan bangsa," katanya.
Selain itu, kata dia, di negara Islam juga sudah tidak ada yang menerapkan sistem khilafah. Sebab, negara Islam itu ada yang republik, kerajaan, dan ada yang sekuler seperti Turki.
"Sekarang ini di dunia sudah tidak ada lagi negara Islam yang menerapkan khilafah, jadi sudah memilih berbagai sistem pemerintahan," jelas dia.
Di samping itu, Komaruddin menuturkan bahwa materi jihad juga tidak lagi dalam materi fiqih. Menurut dia, perspektifnya itu akan diubah bahwa jihad sesuatu yang tidak harus berperang secara fisik. "Berjihad belajar itu juga jihad, jadi perpektifnya yang akan diubah. Jadi konteksnya sejarah," tandasnya.
Koordinasi dengan Kemendibud
Kamaruddin Amin menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memindahkan materi pelajaran khilafah dan jihad. "Sekarang tugas menulis buku agama di Kementerian Agama. Jadi Kemenag yang menulis, nanti yang diimplementasikan di sekolah," kata Kamaruddin.
Menurut dia, setelah penulisan buku selesai maka diimplementasikan ke sekolah-sekolah pasti koordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipimpin oleh Nadiem Makarim.
"Kita satu lah, satu kementerian bersama, apa namanya satu pemerintah, jadi harus selalu koordinatif, selalu terkoordinasi," ujarnya.
Kamaruddin menjelaskan, tujuan mata pelajaran khilafah dan jihad dipindahkan dari fiqih Islam menjadi sejarah, yakni supaya anak-anak, guru-guru itu paham betul tentang konteks Indonesia dan sejarah Islam.
"Jadi kita ingin nasionalisme dan religiusitas harus ditanamkan bareng bersamaan pelajaran agama," jelas dia.
Jadi, kata dia, pelajaran agama Islam akan berfungsi instrumental menanamkan nilai-nilai keagamaan yang moderat nasionalis religius. "Di satu sisi anak-anak kita religiusitasnya tinggi, rajin ibadah. Di sisi lain, mereka memiliki pengetaun pemahaman dan artikulasi keagamaan yang nasionalis," katanya.
Menurut dia, selama ini di sekolah-sekolah madrasah memang materi pemerintahan Islam (khilafah) dan jihad itu dalam buku Fiqih sehingga sekarang akan dipindahkan menjadi mata pelajaran sejarah.
"Kalau di buku PAI itu disinggung-singgung saja, tidak menjadi pembahasan tematik yang spesifik. Jadi sama hanya sejarahnya yang diungkapkan dan diberi prespektif lebih kontekstual," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: