Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ciptakan Ketahanan Pangan Indonesia dengan Sawit Berkelanjutan

Ciptakan Ketahanan Pangan Indonesia dengan Sawit Berkelanjutan Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sawit sebagai salah satu komoditas andalan pemerintah untuk sumber penerimaan negara dan sumber kesejahteraan masyarakat menghadapi tantangan yang tidak mudah. Berbagai tantangan yang datang dari proses produksi dan penjualan membuat harganya sulit untuk diprediksi.

Di tengah situasi yang tidak menentu, pengelolaan sawit berkelanjutan melalui Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) diyakini menjadi salah satu solusi. Meskipun kerap muncul pertanyaan dari berbagai pihak, bila sudah masuk anggota RSPO apakah kemudian perkebunan kelapa sawit otomatis sustainable.

Baca Juga: Meningkat 600%, BPDPKS: Replanting Kebun Sawit Rakyat Capai... Ha

Direktur Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO), Tiur Rumondang, mengatakan, para pelaku sawit telah menerapkan praktik berkelanjutan. Sebab, RSPO setidaknya menjadi salah stau tools untuk mengukur sampai sejauh mana praktik berkelanjutan itu diterapkan dan dampaknya kepada perlindungan lingkungan.

"Apakah dampaknya bisa mengurangi bencana atau justru menambah bencana? Namun, standar itu dibuat sebagai tools pengukur dampak positif," kata Tiur dalam FGD Sawit Berkelanjutan Bertema Ketahanan Pangan Indonesia: Sawit Berkelanjutan, Kamis (19/12/2019).

Menurut Tiur, melalui theory of Change RSPO, menjadi upaya bagaimana pelaku perkebunan tidak memiliki pengaruh buruk terhadap lingkungan. Misalnya dalam konteks sosial, banyak masyarakat yang tidak mengetahui haknya, maka kita perlu melakukan perbaikan secara bersama dalam proses pembukaan lahan sehingga masyarakat tidak kehilangan lahan.

Peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR), Herry Purnomo, mangatakan bahwa pengembangan perkebunan kelapa sawit perlu terus diperbaiki. Apalagi, merujuk UUD 45 pasal 33 ayat 4 telah diamanatkan pengembangan ekonomi berbasis praktik berkelanjutan. Peranan sektor sawit yang sangat vital bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini seharusnya didukung oleh kebijakan dan arahan pemerintah.

Pemerintah Indonesia sendiri telah menentukan target untuk mencapai produksi minyak sawit atau crude palm oil (CPO) sebesar 40 juta ton pada tahun 2020. Selain itu, pemerintah juga memiliki target produktivitas yang disebut ‘Visi 35:26’ yaitu dapat memproduksi buah sawit atau fresh fruit bunches (FFBs) sebanyak 35 ton per hektare dengan tingkat ekstraksi 26%.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah mencoba berbagai inisiatif untuk mendukung sektor swasta maupun petani sakala kecil di antaranya dengan mengalokasikan sejumlah lahan di kawasan hutan untuk penggunaan di luar kehutanan dan juga program reformasi agraria bagi petani skala kecil dan masyarakat.

"Pembangunan sektor sawit erat kaitannya dengan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan, terutama bagi ekosistem hutan dan gambut di Indonesia. Sementara, dampak lingkungan tersebut tidak terkait dengan karakteristik tanaman sawit itu sendiri, tetapi lebih terkait ke proses pembangunan dan budi daya perkebunan sawit," jelas Herry.

Di sisi yang lain, pemerintah Indonesia telah memiliki komitmen terhadap dunia dalam upaya mengatasi dan mengurangi dampak perubahan iklim. Komitmen nasional yang merupakan bagian dari kerangka implementasi Kesepakatan Paris dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim menyebutkan bahwa Indonesia akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030 tanpa bantuan dana internasional dan sebesar 41% jika dibantu dana internasional.

Salah satu upaya pengurangan emisi adalah melalui kegiatan berbasis lahan di antaranya pelaksanaan pertanian dan perkebunan berkelanjutan, pengurangan degradasi hutan dan deforestasi, konservasi lahan, dan energi terbarukan dari lahan yang terdegradasi.

Beberapa aspek keberlanjutan lingkungan menjadi lebih penting untuk dipertimbangkan dalam strategi pengembangan sektor sawit untuk pertumbuhan ekonomi, di antaranya dengan tidak melakukan konversi lahan hutan untuk perkebunan dan aspek budi daya seperti persiapan lahan tanpa bakar. Namun secara umum, negara telah mengamanatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dalam konstitusinya. Regulasi nasional menyebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar berbagai prinsip, salah satunya adalah prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

"Oleh karena itu, pengembangan sektor sawit untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan tidak hanya berhubungan dengan komitmen Indonesia terhadap bangsa lain, tetapi juga menyangkut kepentingan bangsa Indonesia sendiri," tutup Herry. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: