Cendekiawan Muslim Uighur Hilang, Benarkah China Jatuhkan Hukuman Mati?
China menyanggah telah menghukum mati seorang akademisi Uighur setelah PBB menyatakan khawatir akan nasib Tashpolat Tiyip. Kementerian Luar Negeri China mengatakan kasus hukum Tiyip masih terus berlanjut dan "haknya dilindungi berdasarkan hukum."
PBB menyerukan agar Beijing mengumumkan keberadaan Tiyip dan mengizinkan keluarga untuk mengunjunginya.
Organisasi Hak Asasi Manusia, Amnesty International mengatakan September lalu bahwa Tiyip secara diam-diam telah disidangkan secara tidak adil dan khawatir dia akan segera dieksekusi.
Baca Juga: Konflik Muslim Uighur, KNPI Minta Pemerintah Kedepankan Diplomasi Lunak
Tiyip, seorang pakar geografi dan mantan rektor Universitas Xinjiang, adalah salah satu dari banyak intelektual Uighur yang dikhawatirkan organisasi HAM menghadapi persekusi di China.
China dituduh menahan sekitar satu juta orang Uighur di kamp de-radikalisasi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan dalam keterangan Jumat (27/12/2019), Tiyip "dicurigai melakukan korupsi dan penyuapan.
Amnesty Internasional mengatakan Tiyip didakwa melakukan "separatisme" setelah "menghilang" pada 2017. Tidak ada informasi tentang tempat penahanannya.
Sejumlah pelapor khusus PBB mengatakan Kamis (26/12) dalam artikel yang diterbitkan PBB bahwa mereka khawatir karena ketidakjelasan pengadilan dan dakwaan yang dihadapi Tiyip.
Para pelapor PBB mengatakan mereka telah meminta Beijing mengklarifikasi lokasi Tiyip dan meminta agar keluarganya diizinkan untuk menemuinya.
China menghadapi kecaman internasional karena menahan sekitar satu juta warga Uighur dan kelompok minoritas Muslim lain di satu kamp di barat daya Xinjiang.
Baca Juga: Menlu Retno Tepis Isu Indonesia Diam terhadap Kasus Uighur, Dia Akui...
Pada mulanya Beijing menyanggah adanya kamp di Xinjiang namun kemudian mengatakan kamp itu adalah tempat pelatihan yang perlu dilakukan untuk menangani terorisme.
Para pakar PBB mengatakan "tempat penahanan tak jelas, penghilangan paksa dan persidangan rahasia tak bisa dijalankan di satu negara yang memiliki hukum."
Namun juru bicara Kemenlu China, Geng Shuang, membalas Jumat (27/12) dengan mendesak PBB untuk "menghindari campur tangan masalah dalam negeri negara-negara dan menghindari campur tangan kedaulatan hukum."
Tiyip adalah satu dari sekian banyak ilmuwan Uighur yang hilang dan dikhawatirkan para pegiat HAM menghadapi persekusi dari pemerintah China.
Pada bulan Oktober lalu, Parleman Eropa memberikan penghargaan HAM untuk mantan profesor ekonomi Ilham Tohti.
Baca Juga: Doa Bersama untuk Palestina-Uighur Dituduh Ditunggangi FPI-HTI, Panitia Akan Lapor Polisi
Putri Tohti, Jewher Ilham - yang mewakili ayahnya menerima penghargaan Desember ini- mengatakan ia tidak tahu apakah ayahnya masih hidup atau tidak.
Akademisi lain yang hilang adalah pakar antropologi Rahile Dawut, juga dari Universitas Xinjiang.
Seperti halnya Tiyip, dia banyak dipuji pemerintah China sebagai model akademisi. Namun sejak akhir 2017, tak jelas di mana keberadaan Rahile Dawut.
Siapa Tashpolat Tiyip?
Tiyip hilang saat dia masih menjabat sebagai rektor Universitas Xinjiang, perguruan tinggi yang berada di bawah naungan negara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: