Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perbankan dalam Pembiayaan Iklim: Antara Prestasi dan Rapor Merah

Perbankan dalam Pembiayaan Iklim: Antara Prestasi dan Rapor Merah Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A

"Walaupun ada kemajuan di mana bank mengakui pentingnya keuangan berkelanjutan, tetapi baru sedikit saja bank yang benar-benar menerapkan kebijakan dan proses yang dibutuhkan untuk menuju perubahan pada praktik pembiayaan mereka," ujar Leoni Rahmawati, Indonesia Communications Coordinator RAN, kepada Warta Ekonomi dalam pesan singkatnya.

Responsi Bank Indonesia sendiri dalam laporannya menyatakan, mayoritas bank nasional belum memiliki kebijakan kredit dan investasi spesifik pada sektor bisnis yang berisiko tinggi terhadap aspek lingkungan dan sosial.

Baca Juga: BI dan Kemenkeu Integrasikan Transaksi Devisa Lewat Simodis

Menurut peneliti Perkumpulan Prakarsa Dwi Rahayu Ningrum, salah satu persoalan yang ada pada praktik bisnis keuangan adalah pengabaian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sebagai syarat dalam pemberian kredit atau pembiayaan, khususnya dalam proyek berskala besar.

Dwi bilang, "Bank tidak melalukan uji kelayakan lingkungan secara memadai untuk memastikan kegiatan usaha mereka tidak memberi dampak negatif terhadap lingkungan."

Wahyu Perdana, Manajer Kampanye Walhi Nasional, berharap agar bank-bank di Indonesia bisa ikut mendorong perbaikan tata kelola kehutanan dan perkebunan. 

"Sebagai sumber keuangan utama bagi industri kehutanan dan perkebunan, bank-bank seharusnya mewajibkan klien mereka untuk patuh terhadap seluruh peraturan perundangan Indonesia, termasuk tunduk pada regulasi terkait restorasi gambut," harap Wahyu. 

Dia kembali menjelaskan, tidak ada toleransi bagi perusahaan yang terbukti membakar untuk membuka lahan, mengonversi habitat alami hingga mengakibatkan emisi gas rumah kaca besar-besaran, menjalankan praktik kerja eksploitatif, hingga melakukan praktik akuisisi lahan yang korup dan berkonflik dengan masyarakat lokal.

"Lebih jauh, sebagai bagian dari penerima manfaat, lembaga pembiayaan harusnya turut bertanggung jawab dalam kerusakan lingkungan yang terjadi," cetusnya.

Sebagai lembaga pengatur, OJK harus memperkuat pengawasan, memastikan peraturan dan pedoman keuangan berkelanjutan bisa memadai dengan mengembangkan serangkaian peraturan baru terkait standar manajemen risiko, meningkatkan koordinasi untuk memperkuat upaya kementerian/lembaga lain, terutama dalam mereformasi industri kehutanan dan perkebunan.

OJK juga diharapkan meningkatkan perencanaan strategis dengan memulai proses penyusunan peta jalan keuangan berkelanjutan periode 2020-2029 dengan melibatan para pemangku kepentingan.

Sementara, bank dan investor wajib mengembangkan dan menerbitkan kebijakan pinjaman sektor kehutanan yang baru, termasuk sistem manajemen risiko LST serta mengembangkan standar dan proses kebijakan sektor minimum. Bank pun perlu meningkatkan kepatuhan mereka dengan memperbaiki laporan keberlanjutan yang diwajibkan OJK dan kewajiban keterbukaan lainnya.

"Jika ingin memperkuat upaya penegakan hukum, regulasi juga harus didukung oleh hukuman finansial bagi bank yang terus membiayai perusahaan penyebab karhutla dan operasional lain yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat," tambah Edi.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: