Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, menilai klaim sepihak China yang mengaku berhak atas perairan Natuna merupakan persoalan kedaulatan. Menurut Hidayat, jangan kaitkan urusan kedaulatan dengan dalih kepentingan investasi.
Pernyataan Hidayat menanggapi pernyataan Pemerintah China yang mengklaim kawasan Laut China Selatan (Natuna Utara) sebagai teritorialnya dan menolak keputusan UNCLOS dan Arbitrase PBB yang mengakui kawasan Natuna Utara sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca Juga: Natuna Panas, Bupati Natuna: Kami Siap Pertahankan Kedaulatan NKRI!
Seperti diketahui sebelumnya, kapal penjaga pantai menyikapi sikap China, TNI melakukan operasi siaga tempur di wilayah tersebut. Hidayat pun mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk membuktikan dan melaksanakan pernyataannya mengenai Natuna saat kampanye Pilpres 2019 lalu.
"Pernyataan Presiden Jokowi sangat jelas dan tegas bahwa Natuna (termasuk Natuna Utara) adalah bagian dari teritorial Indonesia. Karena bagian dari NKRI, (keutuhan) NKRI adalah harga mati. Pak Jokowi menyatakan tidak takut terhadap mereka yang mengklaim Natuna Utara. Itu untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Pernyataan terbuka itu, sekaranglah saat membuktikannya ketika ada kengototan pihak China melanggar kedaulatan teritorial Indonesia di Natuna Utara," kata Hidayat dalam siaran persnya belum lama ini.
Dia juga mengkritik keras pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta ketegangan dengan China karena insiden di Natuna tak perlu dibesar-besarkan karena berkaitan dengan investasi China di Indonesia, terutama terkait dengan perpindahan ibu kota karena China akan menjadi investor terbesar untuk membangun ibu kota yang baru.
Hidayat menilai pernyataan tersebut tidak wajar dan tidak sepantasnya karena keutuhan NKRI tidak boleh dikalahkan dengan alasan investasi. "Apalagi soal pembangunan ibu kota yang baru, belum ada payung hukumnya. Padahal soal Natuna, adalah soal keutuhan dan kedaulatan NKRI. Banyak orang selalu meneriakkan NKRI harga mati," tegas Hidayat.
Hidayat mengingatkan DPR dan Pemerintah pada akhir periode 2019-2024 telah sepakat mengesahkan Undang-Undang Nomor 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Berdasarkan Pasal 4 UU tersebut, tindakan China sudah masuk ke dalam kategori ancaman terhadap NKRI.
"Pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa pelanggaran wilayah perbatasan masuk kepada kategori ancaman terhadap NKRI. Pemerintah mestinya juga harus segera menjalankan UU ini, di antaranya dengan menyusun program bela negara, pembentukan komponen pendukung dan komponen cadangan," paparnya.
Hidayat mendukung sikap Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang menegaskan penolakan Republik Indonesia terhadap klaim China mengenai perairan Natuna.
"Kini ketika Jubir Menlu China ngotot klaim atas kawasan yang oleh UNCLOS diakui sebagai bagian dari NKRI, demi NKRI harga mati, mestinya Presiden koreksi sikap Menko Maritim, dan perintahkan kepada Menko Polhukam dan Menhan untuk mendukung dan menguatkan sikap Menlu yang tegas menolak klaim China terhadap Natuna Utara," desaknya.
Selain itu, Hidayat juga meminta agar seluruh persoalan kenegaraan fokus dibahas, tanpa mengesampingkan satu sama lain. Dia mencontohkan adanya kecurigaan sebagian pihak bahwa insiden Natuna hanya digunakan sebagai pengalihan isu dalam negeri, seperti rencana bailout Jiwasraya dan Bumiputera. Dia menilai kasus-kasus tersebut sama pentingnya.
"Dua kasus ini memang harus terus dikawal, jangan saling menafikan. Mengkritisi keras pelanggaran China di Natuna untuk jamin keutuhan dan kedaulatan NKRI. Tetapi jangan lupa, tetap fokus juga pada realisasi program membentuk Pansus Jiwasrayagate di DPR," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum